Kamis, 08 Mei 2008

EDISI 06 Tahun 2008

Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud. (Yesaya 55:3)

Pagi hari adalah saat tersibukku. Membangunkan 5 anak dan membuat mereka bersemangat memulai hari baru membutuhkan banyak kesabaran. Biasanya, saat membangunkan putraku yang berumur 5 tahun, aku membungkuk, sambil membujuknya, "Ayo bangun, Nak. Saatnya pergi ke sekolah, belajar berhitung, menulis dan membaca." Putraku berguling, masih dengan mengantuk ia bergumam, "Aku sudah tahu tentang semua itu!"

Aku tertegun mendengar jawabannya dan mungkin secara jujur ia memang merasa sudah mengetahui cukup banyak hal. Sesuatu terbesit dalam benakku, Betapa sering aku berpikir dengan cara yang sama mengenai pergi ke gereja dan pemahaman Alkitab? Semua kisah sama yang telah kudengar selama bertahun-tahun. Aku sudah mengenal para tokoh itu, dan ceritanya. Aku bahkan dapat mengutip beberapa ayat Alkitab. Aku tergoda untuk percaya "bahwa aku sudah tahu tentang semua itu."

Allah mengingatkan bahwa aku tetap perlu bertumbuh. Melalui Yesus Kristus, Ia menawarkan undangan pribadi untuk bertumbuh dalam iman dan menjadi bagian komunitas gereja. Seperti putraku yang perlu terus belajar, aku pun perlu meneruskan perjalanan menemukan Allah, baik dalam Alkitab maupun dalam keberadaan umat-Nya. (Juli Bishop)

~ Halaman ke-1 ~

HIDUP BAGI KRISTUS
Oleh : Ev. Solomon Yo, M.Div
Nats : 2 Kor 5: 14-15 (9-15)

Pendahuluan
Kekristenan menolong kita untuk hidup dengan benar, bahkan dikatakan hidup yang berkelimpahan, hidup yang memperkenan hati Allah, hidup yang bermakna dan berguna. Pertanyaannya, apakah hal ini dialami oleh banyak orang? Kita mendapati kesenjangan antara janji Tuhan dan realita. Tentu saja, kita percaya janji Allah itu Ya dan Amin, dan bahwa permasalahan ada di pihak manusia. Jika demikian apa masalahnya, dan bagaimana kita dapat hidup seperti yang dijanjikan Tuhan? Kita akan belajar suatu kebenaran yang bersifat paradoks berdasarkan 2 Korintus 5:14-15.

Sebelumnya kita akan melihat konteks atau latar belakang Paulus menulis 2 Korintus ini. Ada tuduhan palsu yang dilancarkan kepada Paulus yang menyebabkan integritasnya dipertanyakan. Paulus seorang yang low profile, dan tidak suka membicarakan tentang dirinya. Baginya hal yang terpenting adalah meninggikan Kristus dan salib-Nya, bukan diri sendirinya. Walaupun pernah mendapatkan penglihatan dan penyataan yang dahsyat, dia tidak suka membicarakannya (2Kor.12). Namun sekarang dia harus membela integritasnya demi kepentingan Injil dan pelayanan bagi Tuhan, sebab jika integritasnya diragukan maka Injil yang ia beritakan pun akan dirugikan.

Maka di 2 Korintus 5:9-15 ini, Paulus menegaskan integritasnya. Dia hidup hanya untuk memperkenan hati Tuhan; mati dan hidup hanya untuk Tuhan bukan untuk diri (ay.9) ia hidup dengan kesadaran bahwa setiap perbuatannya akan dihakimi Allah (ay.10), sehingga ia hidup dalam takut akan Tuhan (ay.11a); dan hidup terbuka di hadapan Tuhan untuk diuji oleh-Nya (ay. 11c); juga hidup jujur di hadapan manusia (ay.11d). Ia membicarakan dirinya bukan untuk memuji diri, mestinya jemaat yang mengenal dia, karena ia hidup transparan, dapat membuat penilaian sendiri dan membela dia dari tuduhan orang-orang yang super rohani itu (ay.12). Sekali lagi ia menegaskan bahwa setiap hal yang ia lakukan, baik ketika dia begitu bersemangat atau ketika dia begitu berhati-hati, semuanya itu adalah demi pelayanan (ay.13). Lalu dalam ayat 14-15, ia kembali menegaskan bahwa dia adalah seorang yang dikuasai oleh kasih Kristus (ay.14) dan tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup untuk KRistus (ay.15). Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan pada kontras dua macam kehidupan, yakni "hidup untuk diri" dan "hidup untuk Kristus.”

I. Paradoks dua macam kehidupan
Setiap orang secara umum ingin hidup benar dan baik. Tanyakan kepada seorang anak atau para siswa apa cita-cita mereka? Mereka ingin hidup yang baik dan menjadi seorang yang mulia, misalnya menjadi seorang dokter, presiden, insinyur, dan lain-lain. Tidak ada seorang anak pun yang ingin menjadi perampok atau pelacur. Namun ketika besar, ternyata banyak yang menjalani hidup yang rusak dan disesali. Ini buah dari pola hidup antroposentris (hidup untuk diri sendiri). Diri (manusia) tidak dapat dijadikan sebagai dasar hidup sebab “diri” sudah berdosa. Semua orang ingin bahagia tetapi yang dilakukan justru menghancurkan diri sendiri. Sebagai contoh, orang memakai obat bius untuk mendapatkan kenikmatan tetapi yang didapat justru kehancuran. Diri ini harus diserahkan kepada Allah, dikendalikan Allah. Kita tidak pernah boleh menjadikan diri sebagai sandaran dan tujuan bagi hidup kita. Kita harus hidup bersandar pada Allah dan menjadikan Dia sebagai tujuan hidup kita. Inilah pola hidup bagi Kristus yang dikontraskan dengan hidup untuk diri. Dan kita menemukan paradoks: orang yang hidup diri justru akan kehilangan diri (hancur dan mati), dan orang yang hidup untuk Kristus justru mendapatkan dirinya memiliki hidup yang baik, mulia, berguna, dan sangat bahagia (bdk. Mat. 16:25).

Karena sadar bahwa kita tidak dapat bersandar pada diri, sebab semua itu membuat hidup kita hancur, maka kita telah kembali kepada Tuhan dalam pertobatan dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Sejak itu kita meninggalkan hidup yang antroposentris (berpusat pada diri), dan memilih hidup yang theosentris (berpusat pada Allah). Adalah hal yang bersifat kontradiksi jika ada orang Kristen yang hidup untuk diri dan tidak hidup untuk Kristus. Setiap orang Kristen secara bermakna adalah seorang yang hidup berpusat pada Allah, ia tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri tetapi hidup untuk Tuhan. Seorang yang memanggil Yesus sebagai TUhan namun hidup tidak seturut kehendak-Nya dapat dipastikan ia bukanlah anak Tuhan sejati. Mari kita menelaah seperti apakah hidup untuk diri dan hidup untuk Kristus itu? Orang yang hidup untuk diri, menjadikan diri sebagai Tuhan atas hidupnya, hidup dengan idealnya sendiri, menentukan tujuan hidupnya sendiri, mengendalikan hidupnya sendiri, keputusan tertinggi ada di tangannya. Sebaliknya ketika seorang hidup untuk Kristus, maka Kristus yang menjadi Tuhan atas hidupnya, Kristus yang menentukan ideal atau nilai-nilai hidupnya, dia hidup menurut kehendak Kristus, Kristus yang menentukan tujuan hidupnya, hidupnya dikendalikan hanya oleh Kristus, dan tidak oleh siapapun yang lain, Kristus yang memegang pimpinan atas seluruh hidup kita.

Sebagai ilustrasi, seorang duta besar diutus di suatu negara lain untuk mewakili negaranya maka seluruh keputusan yang diambil haruslah mewakili kebijaksanaan negara asalnya. Dalam segala hal dia harus menjalani suatu hidup mewakili kebijaksanaan negaranya atau kepala pemerintahnya. Seorang duta besar tidak dapat bertindark dari dirinya atau untuk dirinya sendiri. Bahkan ketika dia sangat marah karena perlakuan buruk pemerintahan negara lain, ia harus mengendalikan diri dan bersikap menurut kebijaksanaan pemerintahnya. Demikian juga ketika kita hidup untuk Kristus, kita tidak bisa berbuat seenak-enaknya. Sebagai pengalaman pribadi, ketika saya sangat kesal atau timbul kemarahan, muncul dorongan untuk melampiaskan kemarahan. Tetapi dalam kondisi demikian, Roh Kudus mengingatkan saya supaya tidak bertindak menurut gejolak emosi. Maka terjadilah pergulatan dalam diri untuk berjalan sendiri atau dikendalikan oleh Tuhan. Ketika saya menyerahkan diri di bawah kendali Tuhan ada ketidaksukaan, perasaan yang tidak nyaman karena merasa bersikap lemah dan bodoh. Tetapi akhirnya saya mendapatkan penghiburan: saya telah taat pada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya terhindar dari melakukan hal-hal yang akan saya sesali, bahkan seringkali masalah menjadi terselesaikan dengan baik.

Siapakah yang mengendalikan hidup kita? Diri sendiri atau Kristus? Orang yang rohani tahu bahwa hanya ketika ia hidup bagi Kristus, maka hidupnya baru bisa benar dan diberkati dan sungguh bahagia. Hidup bagi Kristus berarti menyerahkan seluruh hidup kita dipimpin Kristus dan taat melakukan kehendak-Nya. Bagaimana saya harus hidup dan berperilaku ditentukan oleh Kristus, bukan oleh diri kita sendiri. Sebagai aplikasi, berikut ini kita akan melihat beberapa contoh praktis dari hidup untuk Kristus:

(i) B.B. Warfield, seorang theolog besar Reformed memberikan teladan indah tentang hidup keluarga untuk Kristus. Ketika istrinya lumpuh, ia dengan setia merawatnya dengan penuh kasih, dan tidak mencari alasan untuk mengabaikan istrinya. Ada orang yang pasangannya tidak dapat menjalankan fungsi hidupnya dengan baik karena sakit, atau mendapati anaknya terus menerus sakit; ketika manusia duniawi melarikan diri dari tanggung jawab dan mencari kesenangan mereka sendiri, orang yang rohani memilih kesetiaan, tanggung jawab dan kasih karena mereka hidup untuk Kristus, bukan untuk diri.

(ii) Hidup bagi Kristus juga diungkapkan dalam perkataan kita. Jika kita hidup untuk Kristus, kita tidak akan memakai mulut atau perkataan kita untuk menggosip atau menjelek-jelekkan orang lain, tetapi memakai perkataan kita untuk membangun, menjadi berkat bagi orang lain, dan memuliakan Tuhan, dan bukannya memakai mulut kita untuk merusak pekerjaan Tuhan.

(iii) Hidup bagi Kristus juga dinyatakan dalam relasi dengan sesame dengan memperlakukan orang lain sebagai gambar Allah yang harus kita hormati, dan tidak dihina, sebab itu sama seperti menghina Allah yang menciptakannya. John Calvin mengatakan karena seseorang adalah gambar Allah, maka kita wajib mengasihinya, sekalipun orang itu telah menyakiti kita. Demikian juga, jika kita hidup bagi Kristus, maka kita harus memaafkan sesama, seperti Kristus telah mengampuni kita.

(iv) Hidup bagi Kristus berarti tidak mencari kepentingan diri, tidak mencari kesenangan kita sendiri, tetapi melakukan apa yang memperkenan hati Tuhan. Karena mencari hormat bagi diri maka terjadi perseteruan dalam gereja.

(v) Hidup bagi Yesus berarti rela untuk diubah oleh Kristus dan rela untuk menjadi apa saja yang Kristus mau atas diri kita. Apapun yang menjadi kehendak Tuhan atas kita maka kita harus taat dan tunduk. Seorang ibu rela melakukan apa saja demi anak, tidak peduli bau dan kotor dan ada kebahagiaan tersendiri ketika ia melakukannya. Demikian halnya Paulus, ia rela dibentuk Tuhan, berbuat apa saja demi Injil. Maukah dan relakah
kita dibentuk oleh Tuhan? Hidup bagi Kristus berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan itu justru mendatangkan kebahagiaan kekal. Inilah paradoks.

II. Apa yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup bagi Kristus?
1. Mengalami kuasa penebusan Yesus Kristus
Jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka (2 Kor. 5:14-15).

Seseorang baru bisa hidup bagi Kristus ketika kuasa penebusan Yesus Kristus bekerja dalam dirinya dan melahirbarukan dia kembali menjadi anak Allah. Ketika kita datang kepada Kristus, kita adalah manusia berdosa dan dengan darah-Nya, Tuhan Yesus menebus kita, Ia mati karena dosa kita dan untuk melepaskan kita dari dosa. Waktu kita menerima Kristus, kita bertobat, meninggalkan dosa. Kita mati terhadap dosa. Kita mati bersama Kristus terhadap dosa, dan karena itulah kita bisa dibangkitkan bersama Kristus atau memiliki hidup kebangkitan Kristus. Adalah mustahil, jika kita memakai tangan kita menyambut Yesus dan keselamatan-Nya, tapi tangan kita masih berpegang pada dosa. Kita harus mati terlebih dahulu terhadap diri dan dosa barulah ada kebangkitan. Seseorang yang tidak mati mana bisa bangkit? Mati didalam Tuhan akan menghasilkan hidup kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita dapat hidupbagi Yesus. Ketika kita hidup bagi Kristus, maka tercapailah tujuan penebusan Kristus.

2. Telah dicerahkan oleh pengertian rohani: Menjadi milik Kristus
Pengertian bahwa kita adalah milik Kristus maka harus bagi Kristus. ”…kamu bukan milik kamu sendiri sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! (1Kor 6:19-20). Sebelum Kristus menebus kita, kita adalah tawanan setan, orang berdosa yang terkutuk. Tetapi kini kita telah dibebaskan dan menjadi milik Tuhan. Darah-Nya yang mahal itu telah membebaskan kita dari kehancuran total. Karena itu, betapa bodohnya kita kalau kita kembali pada kehidupan kita yang lama.

Pengertian tentang paradoks diri manusia. Diri adalah diri yang harus dikasihi bukan dibenci; diri tidak lagi bersifat netral. Di satu sisi, kita bertanggung jawab untuk merawat diri dan mengarahkan untuk hidup benar dan menyerahkan diri kita dipakai untuk kemuliaan Allah. Di sisi lain, kita harus melawan “diri dosa” yang ada di dalam diri kita. Musuh terbesar setiap orang ialah dirinya sendiri. Jika kita membiarkan “diri dosa” ini bertumbuh dan menguasai hidup kita maka kita akan hancur.

Paulus pun bergumul akan hal ini, setelah mengenal Kristus, dia dibukakan untuk menyadari bahwa di dalam dirinya ada kuasa kejahatan yang harus ditaklukkan, tetapi ternyata tidak dapat dia kalahkan, dan jalan keluar itu ialah jika diri dosa itu mati baru dia lepas cengkeramannya (Baca Rm. 7:1-6). Memahami hal ini, Paulus berkata bahwa dia disalibkan bersama Kristus, sehingga sekarang Kristus yang hidup di dalam dirinya. Sekarang bukan lagi dia yang hidup, melainkan Kristus yang menghidupi hidup Kristus dalam diri kita (Gal. 2:19b-20).

Disalib bersama Kristus adalah kematian yang membahagiakan; kita mati terhadap diri dosa maka Kristus yang hidup dan memerintah kita. Pengertian mengenai paradoks dua macam kehidupan ini, menolong kita untuk tegas memilih pola hidup bagi Kristus dan bukan hidup bagi diri.

3. Dimotivasi oleh teladan dan kasih Kristus
Hendaklah kasih Kristus di atas kayu salib itu terus terngiang dalam hati kita dan itu mendorong kita untuk semakin mengasihi Dia melalui seluruh hidup kita. Apalah artinya seluruh harta dan kekuasaan kita kalau hidup kita dilaknat oleh Tuhan dan akhirnya binasa. Alangkah bahagia hidup kita kalau hidup kita ditangkap dan ditundukkan oleh kasih-Nya. Seorang budak perempuan dibeli oleh Abraham Lincoln untuk dibebaskan. Namun si budak ini malah tidak mau lepas dari sang tuan. Ia kembali dan menyerahkan surat kebebasannya karena ia tahu justru di tangan sang tuan yang baik hati inilah hidupnya akan merasa nyaman dan terjamin. Lincoln pun memperlakukan dia tidak sebagai budak tetapi seperti keluarga. Dia telah dibebaskan dari perbudakan dan menyerahkan diri untuk kembali “diperbudak” oleh sang tuan dan ia memperoleh kenikmatan.

Kalau si budak perempuan ini tahu memilih tuan mana yang baik bagaimana dengan anda? Apakah kita ingin mendapatkan kebahagiaan sejati? Hanya dengan mati disalib bersama Kristuslah dan taat me lakukan apa yang menjadi kehendak-Nya kita akan mendapatkannya. Justru pada saat kita kehilangan diri demi Tuhan maka kita akan mendapatkan sukacita kekal. Utamakanlah Kristus dalam setiap aspek hidup kita, maka hidup akan terasa indah. Hati-hati dengan segala tawaran dunia, jangan tergiur oleh segala kenikmatan dunia sebab segala kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia hanya semu belaka. Semua itu tidak dapat memberikan kepuasan sejati. Hanya hidup bagi Dia dan memperkenan hati-Nya maka kita akan mendapat kepuasan sejati.

Kita telah memahami dua macam kehidupan: 1) hidup untuk diri yang berdosa dan lemah yang akan membawa kita masuk dalam kehancuran; 2) hidup untuk Kristus, dimana kita harus mati terhadap diri tetapi justru akan memberikan sukacita kekal kepada kita. Dari dua macam kehidupan ini, manakah yang kita pilih? Amin.

"For I am not ashamed of the gospel of Christ: for it is the power of God unto
salvation to every one that believeth; to the Jew first, and also to the Greek."
(Romans 1:16; King James Version)

~ Halaman ke -2 ~

SENYUM IBU TERAKHIR
Karena merasa sangat kehilangan, saya hampir tidak merasakan kerasnya bangku gereja yang saya duduki. Saya berada di pemakaman dari sahabat terbaik saya – ibu saya. Dia akhirnya mengalami kekalahan dari peperangan yang lama yaitu penyakit kanker yang dideritanya. Penderitaannya sangatlah besar, saya sering menemukannya kesulitan bernafas beberapa kali.

Ibu selalu memberikan dukungan, ia memberikan tepuk tangan saat aku berlomba di sekolah, menyediakan tissue sambil mendengarkan saat aku patah hati, membuat aku tenang saat kematian ayah, membesarkan hati saya saat di kampus, dan selalu berdoa untuk saya sepanjang hidupku.

Ketika sakit ibu didiagnosa kanker, kakak perempuan saya baru memiliki bayi dan saudara laki-laki saya baru saja melangsungkan pernikahan dengan kekasih yang merupakan teman mainnya sejak kecil.

Maka saya lah yang sebagai anak tengah berumur 27 tahun yang tidak memiliki ikatan, untuk menjaganya. Saya melakukannya dengan perasaan bangga.

"Apalagi Tuhan ?"

Saya bertanya saat duduk di dalam gereja. Hidup saya seperti didalam jurang yang kosong. Saudara laki-laki saya duduk dengan memandang ke salib sambil memeluk istrinya. Saudara perempuan saya duduk sambil memangku anaknya bersama suaminya.

Semua sangat sedih secara mendalam, tidak seorangpun yang memperdulikan saya duduk sendiri. Tempat saya bersama ibu, memberikan dia makan, membantu jalan, mengantar ke dokter, melihat dia berobat dan membaca alkitab bersama. Sekarang dia bersama Tuhan. Pekerjaan saya sudah selesai dan saya sendirian.

Saya mendengar suara pintu dibuka dan kemudian tertutup dibelakang gereja. Langkah yang cepat dan tergesa-gesa melewati lantai gereja yang berkarpet. Seorang anak muda melihat sekeliling ruangan dan kemudian duduk didepan saya. Dia melipat kedua tangan dan menempatkan diatas pangkuannya. Matanya penuh dengan air mata. Kemudian dia mulai menangis tersedu-sedu.

"Saya terlambat," dia menjelaskan, tanpa penjelasan yang penting.

Setelah beberapa pujian, dia bertanya, "Mengapa mereka memanggil Mary sebagai `Margaret'?"

"Oh", karena memang namanya Margaret, bukan Mary. Tidak ada yang memanggilnya Mary," saya berbisik. Saya ingin tahu mengapa orang ini tidak duduk di sisi lain dari gereja.

Dia menghentikan waktu duka cita saya dengan air mata dan rasa gelisah. Siapa sih orang asing ini?

"Bukan, ini tidak benar," dia bersikeras, beberapa pelayat yang lain melihat ke arah kami. "Namanya adalah Mary, Mary Peters."

"Itu bukan dia, saya menjawab…"

"Apakah ini gereja Luther ?"

"Bukan, gereja Luther ada di seberang jalan."

"Oh."

"Saya rasa anda ada di pemakaman yang salah, Tuan."

Membayangkan orang yang salah menghadiri pemakaman itu membuat saya ketawa geli, dan membuat permen karet saya keluar dari mulut. Segera saya menutup mulut dengan kedua tangan saya, supaya orang yang melihat menyangka sebagai ungkapan kesedihan saya. Kursi yang saya duduki berbunyi berderit. Pandangan yang tajam dari pelayat lain membuat situasi menjadi agak ramai. Saya mengintip orang itu sepertinya kebingungan dan ketawa kecil. Dia memutuskan untuk mengikuti acara tersebut sampai akhir, karena acara pemakaman hampir selesai.

Saya membayangkan ibu saat ini sedang ketawa. Akhirnya "Amen", kami keluar dan menuju ke tempat parkir. "Saya percaya kita akan bicara lagi," dia ketawa. Dia berkata bahwa namanya Rick dan karena dia terlambat datang ke pemakaman tantenya, dia mengajak saya keluar untuk minum kopi. Malam itu menjadi sebuah perjalanan yang panjang untuk saya dan pria itu, yang datang ke pemakaman yang salah, tetapi datang ke tempat yang tepat.

Setahun setelah pertemuan itu, kita melangsungkan pernikahan di sebuah kota , dimana dia menjadi asisten pendeta di gereja itu. Saat itu kami datang bersama di gereja yang sama dan pada waktu yang tepat.

Pada dukacitaku, Tuhan memberikan penghiburan. Pada saat kesepian, Tuhan memberikan kasih. Bulan Juni kemarin kami merayakan ulang tahun pernikahan ke dua puluh dua. Saat orang menanyakan kepada kami bagaimana kami bertemu, Rick mengatakan kepada mereka, "Ibunya dan Tanteku Mary, mengenalkan kami berdua, dan itu sungguh terjadi di surga."

~ Halaman ke-3 ~

7 KEBIASAAN YANG MEMPERKAYA HIDUP
1. Kebiasaan mengucap syukur
Ini adalah kebiasaan istimewa yang bisa mengubah hidup selalu menjadi lebih baik.Bahkan agama mendorong kita bersyukur tidak saja untuk hal-hal yang baik , tapi juga dalam kesusahan dan hari-hari yang buruk...... Ada rahasia besar dibalik ucapan syukur yang sudah terbukti sepanjang sejarah. Hellen Keller yang buta dan tuli sejak usia dua tahun, telah menjadi orang yang terkenal dan dikagumi diseluruh dunia. Salah satu ucapannya yang banyak memotivasi orang adalah “Aku bersyukur atas cacat-cacat ini aku menemukan diriku, pekerjaanku dan TUHAN-ku”. Memang sulit untuk mengucap syukur terhadap segala 'kesusahan', 'kegagalan', hambatan' maupun 'kekurangan' dan sejenisnya. Namun kita bisa belajar secara bertahap. Mulailah mensyukuri kehidupan, mensyukuri berkat, kesyihatan, keluarga, sahabat dsb. Lama kelamaan kita bahkan bisa bersyukur atas kesusahan dan situasi yang buruk.

2. Kebiasaan berpikir positif
"You are what you think!" Hidup dibentuk oleh apa yang paling sering kita pikirkan. Kalau selalu berpikiran positif, kita cenderung menjadi pribadi yang yang positif. Ciri-ciri dari pikiran yang positif selalu mengarah kepada kebenaran, kebaikan, kasih sayang, harapan dan suka cita. Sering-seringlah memantau apa yang sedang dipikirkan. Kalau terbenam dalam pikiran negatif, kendalikanlah segera ke arah yang positif. Jadikanlah berpikir positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif sebagai kebiasaan dan lihatlah betapa banyak hal-hal positif yang akan dialami.

3. Kebiasaan menabur benih
Prinsip tabur benih ini berlaku dalam kehidupan. Pada waktunya kita akan 'menuai' apa yang kita 'tabur'. Taburkanlah egoisme, kebencian antar kelompok, kemalasan, gosip, hasutan, adu domba dan sejenisnya dan.......lihatlah dan buktikan apa yang akan dituai. Bayangkanlah, betapa kayanya hidup bila yang ditebar selalu benih ‘kebaikan’. Sebaliknya, betapa miskinnya bila yang rajin ditabur adalah keburukan.

4. Kebiasaan berempati
Kemampuan berhubungan dengan orang lain merupakan kelebihan yang berharga. Dan salah satu unsur penting dalam berhubungan dengan orang lain adalah empati, kemampuan atau kepekaan untuk memandang dari sudut pandang orang lain. Orang yang berempati cenderung bisa merasakan perasaan orang lain, mengerti keinginannya dan menangkap motif dibalik sikap orang lain. Ini berlawanan dengan sikap egois, yang justru menuntut diperhatikan dan dimengerti orang lain. Meskipun tidak semua orang mudah berempati, namun kita bisa belajar dengan membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan yang empatik. Misalnya, jadilah pendengar yang baik, belajarlah menempatkan diri pada posisi orang lain, belajarlah melakukan lebih dulu apa yang kita ingin orang lain lakukan kepada kita.

5. Kebiasaan mendahulukan yang penting
Pikirkanlah apa saja yang paling penting, dan dahulukanlah!! Jangan biarkan hidup kita terjebak dalam hal-hal yang tidak penting sementara hal-hal yang penting terabaikan.Mulailah memilah-milah mana yang penting dan mana yg tidak. Kebiasaan mendahulukan yang penting akan membuat hidup lebih efektif dan produktif dan berpengaruh terhadap pencitraan diri.

6. Kebiasaan bertindak
Bila kita sudah mempunyai pengetahuan, sudah mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan sudah mempunyai kesadaran mengenai apa yang harus dilakukan, so langkah selanjutnya......bertindaklah! Biasakan untuk menghargai waktu, lawanlah rasa malas dengan bersikap aktif. Kebanyakan orang yang gagal dalam hidup karena terlalu dikuasai 'impian' dan hanya mempunyai tujuan tapi........gagal melangkah! "A journey of thousand miles begin with......a single step!"

7. Kebiasaan berlaku juju
Kejujuran adalah bagian dari pribadi yang utuh. Ketidakjujuran merusak harga diri dan masa depan kita sendiri. Mulailah terbiasa bersikap jujur, tidak saja kepada diri sendiri tapi juga terhadap orang lain. Mulailah mengatakan kebenaran, meskipun mengandung resiko. Bila terpaksa perlu berbohong, kendalikanlah kebohongan sedikit demi sedikit.

~ Halaman ke-4 ~

= SEPULUH ANJURAN =

1. Bencilah dosamu, tapi jangan pernah membenci dirimu.

2. Cepatlah untuk menyesali kesalahan.

3. Apabila Tuhan memberimu terang, berjalanlah di dalam terang-Nya itu.

4. Berhentilah mengatakan hal-hal yang buruk tentang dirimu sendiri.
Tuhan mencintaimu dan tidaklah benar jika kamu membenci sesuatu yang Dia cintai.
Dia mempunyai rancangan-rancangan yang indah bagimu,
jadi kamu melawan-Nya jika kamu berbicara secara negatif
mengenai masa depanmu sendiri.

5. Janganlah takut untuk mengaku bahwa kamu telah berbuat kesalahan,
tapi janganlah selalu berprasangka
bahwa kamulah yang salah setiap saat ada yang tidak benar.

6. Jangan terlalu memikirkan apa yang sudah kamu lakukan,
baik yang benar maupun yang salah;
itu sama dengan memikirkan terus diri sendiri!
Pusatkanlah pikiranmu kepadaNya!

7. Jagalah dirimu sendiri secara fisik.
Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya
apa yang Tuhan telah berikan padamu demi tugasmu,
tapi janganlah menjadi terobsesi dengan penampilanmu

8. Janganlah berhenti untuk belajar
tapi jangan sampai ilmu itu membuat kamu sombong.
Tuhan memakai kamu bukan karena apa yang ada di dalam kepalamu
melainkan karena apa yang ada di dalam hatimu.

9. Sadarilah bahwa setiap talentamu adalah anugerah,
bukanlah sesuatu yang kamu ciptakan sendiri;
jangan pernah merendahkan orang lain yang tidak sanggup
melakukan apa yang kamu dapat lakukan.

10. Janganlah meremehkan kelemahan-kelemahan dirimu...
merekalah yang membuat kamu tetap tergantung pada Tuhan.

~ Halaman ke-5 ~

WHO IS JESUS?

In CHEMISTRY, HE turned water to wine;
In BIOLOGY, HE was born without the normal conception;
In PHYSICS, HE disapproved the law of gravity when HE ascended into Heaven;
In ECONOMICS, HE disapproved the law of diminishing return by feeding 5000 men with two fishes & 5 loaves of bread;
In MEDICINE, HE cured the sick and the blind without administering a single dose of drugs;
In HISTORY, HE is the Beginning and the End.

The Greatest Man in History :
Jesus had no servants, yet they called Him Master.
Had no degree, yet they called Him Teacher.
Had no medicines, yet they called Him Healer.
He had no army, yet kings feared Him.
He won no military battles, yet He conquered the world.
He committed no crime, yet they crucified Him.
He was buried in a tomb, yet He lives today.

~ Halaman ke-6 ~

20 BERKAT
Daftar di bawah ini adalah 20 berkat dari Alkitab untuk Kita semua :

1. Mengapa saya berkata "Saya tidak bisa" jika Alkitab mengatakan bahwa saya bisa melakukan segala sesuatu di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada saya (Fil 4:13)?

2. Mengapa saya merasa kurang jika saya tahu bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan saya menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus (Fil 4:19)?

3. Mengapa saya harus merasa takut jika Alkitab berkata bahwa Tuhan tidak memberi saya roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, ketertiban (2 Tim 1:7)?

4. Mengapa saya harus merasa kurang iman jika saya tahu bahwa Allah telah mengaruniakan kepada saya ukuran iman tertentu (Rom 12:3)?

5. Mengapa saya menjadi lemah jika Alkitab berkata bahwa Allah adalah terang dan keselamatan saya dan bahwa saya akan tetap kuat dan akan bertindak (Maz 27:1, Dan 11:32)?

6. Mengapa saya harus membiarkan iblis menang atas hidup saya jika Roh yang ada di dalam saya lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia (1 Yoh 4:4)?

7. Mengapa saya harus pasrah kalah jika Alkitab berkata bahwa Allah dalam Kristus selalu membawa kita di jalan kemenanganNya (2 Kor 2:14)?

8. Mengapa saya harus kekurangan hikmat jika Kristus sendiri telah menjadi hikmat bagi saya dan Allah akan memberi hikmat jika saya minta padaNya (1 Kor 1:30; Yak 1:5)?

9. Mengapa saya harus depresi jika saya dapat mengingat bahwa saya dapat berharap pada Allah yang kasih setiaNya tidak habis-habisNya setiap pagi (Rat 3:21-23)?

10. Mengapa saya harus kuatir, resah, dan rewel jika saya dapat menyerahkan segala kekuatiran saya pada Tuhan yang memelihara saya (1 Pet 5:7)?

Nantikan kelanjutannya di edisi 07 Tahun 2008