Selasa, 30 Desember 2008

EDISI 10 TAHUN 2009

Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." - Kejadian 3:12

Sekali ini sang guru menghibur para tamu dengan dongeng mengenai kepusingan Abidin yang banyak utang. Suatu malam Abidin gelisah di tempat tidur sehingga susah tidur. Istrinya bertanya, “Ada apa sih denganmu? Tidurlah segera!”. Abidin mengatakan bahwa Ia tidak mempunyai sepuluh keping perak yang harus dikembalikan esok kepada tetangganya, Mahmud. Mendengar hal itu, istrinya segera bangun, melilitkan selendang pada bahunya, pergi keseberang jalan dan berteriak, “Mahmud! Mahmud!” Mahmud yang tua itu segera muncul dari balik jendela. Matanya agak terpejam karena masih ngantuk. Ia bertanya, “Ada apa?” Istri Abidin berteriak, “Saya hanya ingin memberitahukan bahwa esok engkau belum dapat menerima sepuluh keping perak utang suamiku. Ia belum mendapatkannya sampai malam ini!” Sesudah itu istri Abidin pulang dan berkata kepada suaminya, “Nah…tidurlah Abidin. Biarkan Mahmud yang cemas sekarang.” Sang guru menyimpulkan, “Seseorang yang berhutang memang harus membayar. Tetapi mengapa orang lain yang harus cemas?”

Ada pesan moral yang indah dalam cerita tersebut. Pada saat kita memiliki masalah, kita diajar untuk menanggung beban masalah itu dan menyelesaikannya, bukannya “menarik dan menggeser” masalah itu ke tempat lain atau kepada orang lain. Sayangnya, apa yang dilakukan keluarga Abidin dalam cerita tersebut seringkali kita lakukan juga. Kita yang memiliki masalah, tapi masalah tersebut kita operkan kepada rekan kerja kita. Atau kita sebagai atasan yang bermasalah, tapi anak buahlah yang harus menanggungnya. Demikian juga sangat sering terjadi ada masalah di kantor, tapi keluargalah yang kemudian menjadi sasaran kita. Ini juga salah satu bentuk “menarik dan menggeser” masalah. 

Tentu saja itu adalah sikap yang sangat buruk. Menarik dan menggeser masalah ke tempat lain pada dasarnya tidak akan pernah menyelesaikan masalah itu sendiri. Justru, kadangkala itu hanya akan menambah masalah-masalah yang baru. Jadi, tetapkanlah hari ini untuk menyelesaikan masalah kita tanpa harus memindahkannya ke tempat lain.

Sebuah masalah harusnya diselesaikan, bukan ditarik, digeser atau dipindahkan ke tempat lain. (Kwik)

~ Halaman 1 ~

Pahala Untuk Pekerja yang Berkenan Di Hati Allah
oleh: Pdt. Albert Konaniah, D.Miss.

Nats: Matius 25:14-30 

Sebelum menceritakan perumpamaan mengenai talenta, Tuhan Yesus terlebih dulu menceritakan tentang sepuluh gadis. Di dalam perumpamaan ini ada lima gadis bijak dan lima gadis bodoh. Yang bijaksana mengetahui apa yang harus dilakukan, dan akhirnya mereka dapat mengikuti perjamuan pernikahan. Tetapi yang bodoh hanya berdiri di depan pintu yang sudah tertutup. Meskipun mereka memohon supaya pintu dibuka, tetapi jawaban dari dalam "Aku tidak mengenal engkau."

Setelah menceritakan perumpamaan ini, Tuhan Yesus menutup dengan suatu peringatan bagi setiap orang. Dia berkata "karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu hari dan saatnya." Kita tidak tahu kapan Yesus akan datang, tetapi kita harus berjaga-jaga dan melakukan apa yang Tuhan mau kita lakukan. Tujuannya agar di dalam mengerjakan pekerjaan yang Tuhan berikan kita tidak melakukannya dengan santai. Kita harus setia mengerjakannya sambil menantikan kedatangan-Nya. Kita juga perlu bekerja sama dengan sesama rekan kerja. Kita jangan hanya mementingkan diri sendiri, status atau jabatan. Di dalam melaksanakan kehendak-Nya, Tuhan menghendaki agar kita bergandeng tangan melakukannya. 

Setelah itu Tuhan Yesus membicarakan mengenai pembagian talenta. Mengapa Tuhan membicarakan perumpamaan ini? Tuhan ingin setiap kita, sebagai hamba-Nya, menjadi hamba yang dapat menyenangkan hati Tuhan, supaya kita menjadi hamba yang diberkati oleh Tuhan, dan yang akhirnya menerima pahala yang Tuhan sediakan bagi kita. 

Pertama, tuan itu memanggil hamba-hamba-Nya. Perumpamaan ini mengatakan bahwa ada seorang tuan yang akan pergi ke luar negeri. Ia memanggil hamba-hambanya, dan menyerahkan harta bendanya kepada mereka. Jika kita memperhatikan di dalam bahasa aslinya, tuan ini memanggil hambanya dan menyerahkan hartanya bukan kepada satu atau beberapa hamba, tetapi kepada semua hamba. Jadi tidak ada seorang hamba pun yang tidak mendapatkan sesuatu. Ada yang mendapat banyak dan ada yang sedikit. Mereka dipercaya oleh tuannya. Dengan demikian mereka seharusnya setia dan mengerti apa yang dikehendaki tuannya. 

Adalah suatu konsep dan pengertian yang tidak benar, jika kita berpendapat bahwa Tuhan memberikan karunia, talenta, dan bakat hanya kepada hamba khusus, tetapi tidak kepada aku. Kepada setiap hamba-Nya Tuhan memberi talenta, bakat karunia, supaya dapat melayani-Nya. Janganlah menganggap diri sendiri sebagai hamba yang tidak punya karunia apa pun. Jangan menggolongkan diri di dalam lingkungan hamba yang menganggap "aku tidak memperoleh sesuatu dari Tuhan, itu sebabnya aku tidak bertanggung jawab." Tuhan tidak mempunyai hamba yang kepadanya tidak diberikan karunia. Yang penting adalah kita harus sadar karunia apa yang Tuhan berikan, memakainya untuk melayani Tuhan, dan bukan untuk mencari keuntungan diri sendiri. Kita juga harus bertanggungjawab terhadap apa yang Tuhan berikan, dan melakukannya dengan penuh kesetiaan, dan dengan segala usaha melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Tuhan memberikan karunia, bakat dan tanggung jawab kepada kita yang disebut-Nya sebagai hamba. 

Kedua, Tuhan memberikan harta menurut kesanggupan mereka. Tuhan memberikan karunia menurut kesanggupan kita atau menurut kehendak-Nya sendiri. Ada dua hal penting di sini, pertama, oleh karena ia adalah tuan, maka ia memiliki otoritas, kedaulatan. Ia memberi berapapun berdasarkan kedaulatan-Nya. Tuan melihat apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Oleh karena itu sebagai hamba, kita perlu mengucap syukur, "Tuhan terima kasih Engkau mempercayakan itu kepadaku. Meskipun sedikit, aku mengucap syukur kepadamu, dan melakukannya dengan sebaik mungkin." Kedua, kesanggupan dan tanggung jawab itu sama seimbang. Tuhan memberikan pekerjaan, Tuhan juga memberikan kesanggupan. Tuhan memberikan tanggung jawab, Tuhan juga memberikan kekuatan agar dilakukan dengan baik. 

Ada sebagian orang berusaha mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, ingin mendapat jabatan yang lebih tinggi, tetapi tidak melihat kesanggupan dirinya. Jika kita memaksakan diri untuk mendapatkan jabatan yang melampaui kesanggupan kita, maka kita pasti gagal. Oleh sebab itu, kita harus memohon kepada Tuhan, melihat apa yang Tuhan serahkan kepada kita dan melakukannya sesuai kehendak-Nya. Di lihat dari sudut yang lain, hal ini menunjukkan bahwa kalau kita mendapat suatu kewajiban dari Tuhan, meskipun kadang-kadang kita merasa tidak ada kekuatan untuk melakukannya, kita harus yakin Tuhan akan memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga kita dapat melakukannya dengan baik. Ia ingin kita melakukannya dengan senang dan rajin. Asal kita bersandar kepada anugerah Tuhan, dengan kemampuan yang Tuhan berikan dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan, maka Tuhan akan menolong.

Mungkin kita sudah capek, tawar hati, merasa tidak ada kekuatan untuk melanjutkan pelayanan, kita perlu melihat kembali apakah pelayanan ini adalah pelayanan yang Tuhan serahkan kepada kita. Apakah pekerjaan ini adalah pekerjaan yang Tuhan kehendaki? Jikalau ya, kita tidak perlu takut, sebab Ia akan menolong kita. Tuhan tidak akan memberikan tanggung jawab melebihi kemampuan kita. Yang penting adalah kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan, melakukan dengan baik, dan tidak bersandar kepada kemampuan kita, tetapi atas anugerah Tuhan dan kekuatan yang akan Tuhan berikan. Kita harus sadar bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan sehingga kita dapat memuliakan Dia. 

Ketiga, hamba Tuhan yang berkenan di hati Tuhan akan mendapatkan pahala. Dikatakan bahwa hamba yang menerima lima talenta itu segera pergi menjalankan uang itu. Yang menerima talenta tidak pasif. Ia segera pergi menggunakan talenta yang diberikan. Demikian juga yang menerima dua talenta, ia segera mengerjakannya. Ini artinya, seorang hamba Tuhan harus memiliki inisiatif untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Ia tidak pasif, tunggu diperintah, disuruh, didorong, tetapi berinisiatif melakukan sesuatu untuk Tuhan yang menyerahkan pelayanan itu kepada kita.

Hamba yang menerima lima talenta mendapat untung lima. Hamba yang menerima dua mendapatkan untung dua. Tetapi pujian yang diberikan tuannya kepada mereka adalah sama. Pahala yang diberikan juga sama. Tuannya berkata "apa yang engkau lakukan itu baik, hai hambaku yang baik dan setia, masuklah, nikmatilah." Mereka masuk dan menikmati kesenangan dari tuannya. Tuannya berkata well done artinya engkau telah mengerjakan dengan baik.

Saudara-saudara yang pernah belajar di luar negeri, kalau membuat sebuah paper dan paper itu menyenangkan dosennya, maka di atas paper itu akan ditulis well done, sebab paper tersebut baik dan bagus. Sang dosen merasa puas, sebab murid yang diajarkannya begitu bagus. Hari ini, jika kita melakukan pelayanan, apakah Tuhan akan berkata "well done hamba-Ku, engkau sudah melakukan yang terbaik yang menyenangkan hati-Ku." Seorang hamba mengerti isi hati tuannya, mengerti apa yang diminta tuannya, dan melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki tuannya. Yang menyenangkan tuannya hanya satu, yaitu baik dan setia. Hamba tidak memikirkan diri sendiri, tetapi yang dikehendaki tuannya. Meskipun kedua orang tersebut memiliki kesempatan kerja yang mungkin berbeda, cara kerja yang mungkin juga berbeda, tetapi mereka adalah hamba yang baik dan setia.

Saudara-saudara yang melayani di pedalaman, mungkin kesempatannya tidak sama dengan yang di Jakarta. Mungkin cara pekerjaannya tidak sama, tetapi Tuhan ingin satu hati, yaitu baik dan setia, mengerti isi hati Tuhan, melakukan sesuai isi hati Tuhan. Maka saudara-saudara pasti akan menerima pahala dari Tuhan.

Di dalam kitab Wahyu 2:8-11, Tuhan Yesus menyuruh Yohanes menulis surat kepada gereja Smirna. Dikatakan "Aku mengetahui keadaanmu." Mereka berada di dalam kesulitan, kemiskinan dan fitnahan, tetapi mereka menerima pujian, karena setia sampai mati. Karena itu, Allah memberikan pahala kepada mereka, yaitu mahkota kehidupan. Mahkota ini diberikan juga kepada setiap hamba yang setia dan menyenangkan hati-Nya.

Di dalam sejarah gereja, ada suatu masa di mana gereja menghadapi penganiayaan yang besar. Banyak anak dan hamba Tuhan yang mati syahid. Di Roma ada seorang majelis gereja yang dipanggil oleh pemerintah. Ia diperintah menyerahkan segala harta benda gereja kepada pemerintah. Majelis ini pulang, tetapi ia tidak kembali dan menyerahkan harta tersebut. Ia malah membagi-bagikannya kepada orang miskin dan tua. Ia melakukan semuanya ini, karena ia sadar apa yang Tuhan inginkan. Pemerintah tidak senang dengan apa yang dilakukannya. Ia dipanggil, ditangkap, dianiaya, dipukul, sampai tulang tangan dan kakinya patah, tetapi ia memuji dan memuliakan Tuhan. Mereka merasa siksaannya kurang keras, akhirnya ia dipanggang seperti panggang ayam. Ia ditaruh di atas lempengan besi yang di bawahnya diberi api. Betapa ia menderita. Tetapi ia tetap setia dan tidak mau menghujat nama Tuhan. Ia tetap menyanyi memuliakan Tuhan, sehingga mereka merasa orang ini sudah sinting. Majelis ini tetap setia sampai mati. Banyak orang melihatnya, lalu mereka percaya kepada Tuhan. Setia sampai mati, meskipun tidak melihat pahala yang akan didapatkan. Namun pada saat bertemu Tuhan, kita akan mendapatkan pahala, yaitu mahkota kemuliaan yang Tuhan sediakan.

Kita sering kali hanya melihat pada penampilan luar. Melihat seseorang berhasil atau gagal menurut penampilannya. Misalnya, kalau gerejaku orangnya banyak, itu berhasil. Kalau khotbahku didengar orang banyak dan mereka senang, itu berhasil. Sebaliknya, tidak berhasil kalau banyak orang tidak senang terhadap khotbahku. Jika orang tidak senang, bukan berarti kita gagal. Contoh Stevanus, ketika berkhotbah, ia menceritakan riwayat Israel sampai riwayat Tuhan Yesus. Tetapi yang diperolehnya batu. Orang banyak melemparinya dengan batu. Akhirnya ia mati. Apakah ia gagal? Tidak, Stevanus berhasil. Ketika ia melihat ke langit, ia melihat kemuliaan Anak Manusia yang menyambut hamba-Nya yang setia.

Kita jangan melihat penampilan luar saja. Yang penting apakah kita setia, setia sampai mati. Apakah di tempat yang Tuhan tempatkan, kita setia melayani-Nya? Apakah aku telah menjadi hamba yang setia melakukan apa yang Tuhan inginkan? Tuhan berkenan kepada hamba-Nya yang setia.

Dalam perumpamaan itu juga dikatakan, ketika tuannya kembali dan mengadakan perhitungan, hamba-hamba itu memberikan laporan kerjanya. Dua hamba yang menerima 5 dan 2 talenta tidak mengatakan "Tuhan lihatlah keberhasilanku, Tuhan lihatlah betapa hebatnya aku." Sebaliknya mereka berkata "tuan, 5 talenta yang tuan percayakan kepadaku..." artinya hamba ini mengakui bahwa ia dapat melakukan sesuatu karena tuannya telah terlebih dahulu memberikan sesuatu kepadanya.

Apakah kita juga mempunyai sikap yang demikian? Kita dapat melakukan sesuatu bukan karena kita hebat, bukan pula karena kita mampu, tetapi karena Tuhan terlebih dahulu memberi sesuatu kepada kita. Jika kita sadar bahwa Tuhan memberikan sesuatu dan kita dapat melakukannya, yang perlu kita lakukan hanyalah mengucap syukur "Tuhan terima kasih, Engkau mempercayai aku, mau memakai aku, dan memberiku kemampuan untuk melakukannya." Tuhan menghendaki agar kita, dengan setia melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan. Setia, setia, setia sampai bertemu dengan-Nya. Pada waktu itu kita akan menerima pujian yaitu, pahala dari Tuhan.

Keempat, hamba yang ditegur oleh tuannya. Dikatakan bahwa hamba yang menerima satu talenta tidak segera menggunakan uangnya, tetapi menimbunnya. Ia menyembunyikan talenta yang diberikan tuannya. Ketika tuannya kembali, tidak ada sesuatu yang dapat ia banggakan yang bisa diserahkan. Ia hanya mengembalikan uang yang satu talenta tersebut. Mengapa ia tidak melakukan? Ada yang mengatakan "yah ia tidak dapat disalahkan, karena uang satu talenta dapat digunakan untuk apa." Apakah karena satu talenta, ia tidak dapat melakukan sesuatu? Perhatikan, ia tidak melakukan sesuatu bukan karena mendapatkan lebih sedikit dari orang lain. Tetapi ada dua sebab: pertama, ia berkata "aku takut." Karena takut, ia tidak berani melakukan sesuatu. Karena takut, maka ia diam, tidak berani mengambil resiko. Apakah ia tidak tahu uangnya boleh ditaruh di bank, dan bisa mendapatkan bunga? Ia tahu. Apakah ia tidak tahu mempergunakan uang itu dan mungkin bisa mendapatkan keuntungan? Ia juga tahu, tapi karena takut, maka ia tidak melakukan sesuatu.

Mungkin ada hamba Tuhan seperti hamba ini. Tuhan telah memberikan kesempatan-kesempatan supaya dapat melakukan sesuatu bagi Tuhan. Tetapi, karena takut menderita, pelayanan tidak berhasil, tidak dipuji bahkan dicela, dan takut mengambil resiko, ia tidak berani mengerjakan pekerjaan Tuhan. Ketakutan membuat seseorang, termasuk hamba Tuhan tidak menggunakan apa yang Tuhan berikan untuk melayani-Nya. Demikian juga banyak gereja takut, takut keluar uang, takut rugi. Banyak orang Kristen pemikirannya seperti pedagang. Melakukan pelayanan Tuhan harus untung, kalau tidak untung tidak mau. Takut rugi membuat mereka tidak berani melakukan pekerjaan Tuhan. Apakah karena takut, kita tidak mau melayani Tuhan? Apakah karena takut, kita tidak berani melangkah melakukan sesuatu bagi Tuhan?

Sebab kedua, ia mempunyai prasangka terhadap tuannya. Prasangkanya sama sekali tidak sesuai dengan kebenaran. Saya tidak tahu darimana ia mendapatkan pemikiran seperti itu. Dan mengapa ia terus mempertahankan konsep yang salah itu. Jika tuannya datang melakukan perhitungan, ia dengan konsepnya yang salah, juga akan memberikan jawaban yang salah. Ia berkata "tuan aku tahu, tuan adalah manusia yang kejam, yang tidak menabur tetapi menuai, tidak menanam tetapi memungut." Kejam sekali bukan.

Hamba ini tidak mau melakukan sesuatu. Ia mencari alasan untuk membenarkan apa yang dilakukannya. Apakah tuannya menerima alasan yang diberikan? Tuannya dengan tegas mengatakan "hai, kamu adalah hamba yang jahat dan malas." Tuannya menegur dia dengan kata-kata yang berdasarkan perkataan hamba itu sendiri. Hamba ini tidak mau bekerja, karena ia malas dan jahat. Kalau hatinya tidak jahat, ia tidak ada pemikiran yang menganggap tuannya jahat. Karena hatinya terlebih dahulu jahat, maka ia menganggap tuannya juga jahat. Jika ia bukan orang yang malas, saya yakin ia tidak akan mencari-cari alasan untuk membenarkan diri, memaafkan diri, dan untuk menyatakan bahwa ia tidak bekerja itu benar. Apakah kita sudah tawar hati, tidak berani lagi bekerja bagi Tuhan, tidak ada kekuatan lagi untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan? Marilah mengintrospeksi diri di hadapan Tuhan. Janganlah seperti hamba ini, yang ditegur oleh Tuhan "hamba yang malas dan jahat." Tetapi jadilah hamba yang setia yang mau melayani Tuhan. Kita harus belajar seperti hamba yang setia dan baik itu, yang mengerti isi hati Tuhan, dan mau melakukan sesuai dengan isi hati Tuhan.

Marilah kita mempersembahkan diri, "Tuhan inilah aku, pakailah aku. Meskipun menurut pandangan manusia aku ini kecil, tidak banyak yang dapat aku lakukan dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang besar, tetapi aku rela mempersembahkan diriku melakukan apa yang Tuhan ingin aku lakukan. Meskipun kecil, aku tetap ingin setia melakukannya." Jika kita dengan setia melakukan semuanya itu, maka setelah menyelesaikan perjalanan kita di dunia ini, maka Tuhan akan berkata: "hai hambaku yang baik dan yang setia, masuklah, nikmatilah kesenangan tuanmu." Jangan melihat, mengeritik, dan mencela orang lain, tetapi marilah melihat diri kita. Apakah aku dapat disebut sebagai hamba Tuhan yang baik dan setia? Apakah aku mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya? Orang lain tidak mengetahui keadaan kita. Tetapi marilah kita jujur di hadapan Tuhan, jangan menipu diri sendiri. Kalau kurang setia, kita mohon ampun "Tuhan tolonglah aku agar aku dapat menjadi hamba yang setia, yang menyenangkan hati dan memuliakan Tuhan."

Apakah kita bisa disebut sebagai hamba yang baik dan setia? Di dalam menyambut kedatangan Tuhan, kita harus menjadi hamba yang baik dan setia. Pada waktu bertemu dengan Tuhan, kita dengan sukacita dapat berkata "Tuhan terima kasih, apa yang Engkau berikan kepadaku, dengan pertolongan-Mu aku sudah melakukannya." Pada saat itu Tuhan akan berkata, "Well done, apa yang engkau kerjakan sangat bagus, menyenangkan hati-Ku."

Meski menderita, tidak disukai dan dibenci rekan sendiri, dan tetap melakukan kehendak-Nya, pada saat itu Tuhan menyambut "hamba-Ku masuklah, nikmatilah kesenangan di dalam Tuhan." Inilah yang harus menjadi pengharapan kita, yang harus kita kejar. Bukan pujian manusia dan kenikmatan dunia, yang lebih penting adalah pujian dari Tuhan dan pahala yang disediakan-Nya untuk kita. Kiranya Tuhan menolong agar kita menjadi hamba-Nya yang baik dan setia sampai Dia datang, dan kita akan berjumpa dengan Dia dengan penuh ucapan syukur.

~ Halaman 2 ~

PUSH UP

Ada seorang Profesor mata kuliah Religi yang bernama Dr.Christianson yang mengajar di sebuah perguruan tinggi kecil di bagian barat Amerika Serikat. Dr. Christianson mengajar ke-Kristenan di perguruan tinggi ini dan setiap siswa semester pertama diwajibkan untuk mengikuti kelas ini. Sekalipun Dr. Christianson berusaha keras menyampaikan intisari Injil kepada kelasnya, ia menemukan bahwa kebanyakan siswanya memandang materi yang diajarnya sebagai suatu kegiatan yang membosankan. Meskipun ia sudah berusaha sebaik mungkin, kebanyakan siswa menolak untuk menanggapi Kekristenan secara serius.

Tahun ini, Dr. Christianson mempunyai seorang siswa yang spesial yang bernama, Steve. Steve belajar dengan tujuan untuk melanjutkan studinya ke seminari dan mau masuk ke dalam pelayanan. Steve seorang yang popular, ia disukai banyak orang, dan seorang atlet yang memiliki fisik yang prima dan ia merupakan siswa terbaik di kelas professor itu. 

Suatu hari, Dr Christanson meminta Steve untuk tidak langsung pulang setelah kuliah karena ia mau berbicara kepadanya. "Berapa push up yang bisa kamu lakukan?" Steve menjawab, "Saya melakukan sekitar 200 setiap malam." "200? Lumayan itu, Steve," Dr. Christianson melanjutkan. "Apakah kamu dapat melakukan 300?" Steve menjawab, "Saya tidak tahu. Saya tidak pernah melakukan 300 sekaligus." "Apakah kamu pikir kamu dapat melakukannya?" tanya Dr.Christianson."Ok, saya bisa coba," jawab Steve.

"Saya mempunyai satu proyek di kelas dan saya memerlukan kamu untuk melakukan 10 push up setiap kali, tapi sebanyak 30 kali, jadi totalnya 300. Dapatkah kamu melakukannya?" tanya sang profesor. Steve menjawab, "Baiklah, saya pikir saya bisa. Ok, saya akan melakukannya." Dr Christianson berkata, "Bagus sekali! Saya memerlukan Anda untuk melakukannya Jumat ini." Dr Christianson menjelaskan kepada Steve apa yang ia rencanakan untuk kelas mereka pada Jumat itu.
Pada hari Jumat, Steve datang awal ke kelas dan duduk di bagian depan kelas. Saat kelas bermula, sang profesor mengeluarkan satu kotak besar donut. Bukan donut yang biasa tetapi yang besar dan yang punya krim di tengah-tengah. Setiap orang sangat bersemangat karena kelas itu merupakan kelas terakhir pada hari itu dan mereka bisa menikmati akhir pekan mereka setelah pesta di kelas Dr Christianson. 

Dr. Christianson pergi ke baris pertama dan bertanya, "Cynthia, apakah kamu mau salah satu dari donut ini?" Cynthia menjawab, "Ya". Dr. Christianson lalu berpaling kepada Steve, "Steve, apakah kamu mau melakukan 10 push up agar Cynthia bisa mendapatkan donut ini?" "Tentu saja!" Steve lalu melompat ke lantai dan dengan cepat melakukan 10 push up. Lalu Steve kembali ke tempat duduknya. Dr.Christianson meletakkan satu donut di meja Cynthia.

Dr. Christianson lalu pergi siswa selanjutnya, dan bertanya, "Joe, apakah kamu mau suatu donut?" Joe berkata, "Ya." Dr. Christianson bertanya, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up supaya Joe bisa mendapatkan donutnya?"

Steve melakukan 10 push up, dan Joe mendapatkan donutnya. Begitulah selanjutnya, di baris yang pertama. Steve melakukan 10 push up untuk setiap orang sebelum mereka mendapatkan donut mereka. Di baris yang kedua, Dr. Christianson berhadapan dengan Scott. Scott seorang pemain basket, dan fisiknya sekuat Steve. Ia juga seorang yang sangat popular dan punya banyak teman wanita.

Saat profesor bertanya, "Scott apakah kamu mau donut?" Jawaban Scott adalah, "Baiklah, bisakah saya melakukan push up saya sendiri?" Dr. Christianson berkata, "Tidak, Steve harus melakukannya." Lalu Scott berkata, "Kalau begitu, saya tidak mau donutnya." Dr. Christianson mengangkat bahunya dan berpaling kepada Steve dan meminta, "Steve, apakah kamu mau melakukan 10 push up agar Scott bisa mendapatkan donut yang tidak ia kehendaki?" Dengan ketaatan yang sempurna Steven mulai melakukan 10 push up. Scott berteriak, "HEI! Saya sudah berkata, saya tidak menginginkannya!" Dr Christianson berkata, "Lihat di sini! Ini kelas saya dan semuanya ini donut saya. Biarkan saja di atas meja jika kamu tidak menginginkannya." Ia lalu menempatkan satu donut di atas meja Scott. 

Di waktu ini, Steve sudah mulai melakukan push up dengan agak perlahan. Ia hanya duduk di lantai saja karena terlalu capek untuk kembali ke tempat duduknya. Ia mulai berkeringat. Dr. Christianson mulai di baris ketiga. Para siswa sudah mulai merasa marah. Dr Christianson bertanya kepada Jenny, "Jenny, apakah kamu mengingikan donut ini?" Dengan tegas Jenny menjawab, "Tidak." Lalu Dr. Christianson bertanya Steve, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up lagi agar Jenny bisa mendapatkan donut yang tidak ia mau?"

Steve melakukan 10 push up dan Jenny mendapatkan satu donut. Ruang sudah mulai dipenuhi oleh rasa tidak nyaman. Para siswa sudah mulai berkata,"Tidak!" dan semua donut dibiarkan di atas meja tanpa ada yang memakannya. Steve sudah kelelahan dan harus berusaha keras untuk tetap terus melakukan push up untuk setiap donut itu. Lantai tempat ia melakukan push up sudah dibasahi keringatnya dan lengannya sudah mulai kemerahan.Dr Christianson bertanya kepada Robert, seorang ateis yang paling lantang suaranya kalau berdebat di kelas, apakah ia mau membantu untuk memastikan bahwa Steve tidak curang dan tetap melakukan 10 push up untuk setiap donut karena dia sendiri sudah tidak sanggup melihat Steve melakukan push upnya.

Dr. Christianson sudah sampai ke baris ke-empat sekarang. Dan beberapa siswa dari kelas yang lain yang sudah bergabung di kelas itu dan mereka duduk di tangga. Saat profesor menghitung kembali, ternyata ada 34 siswa sekarang di kelas. Ia mulai khawatir apakah Steve dapat melakukannya. Dr. Christianson melanjutkan dari satu siswa ke siswa yang selanjutnya sampai ke akhir baris itu. Dan Steve sudah mulai bergumul. Ia membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan push up-nya. Steve bertanya kepada Dr. Christianson, "Apakah hidung saya harus menyentuh lantai untuk setiap push up yang saya lakukan?" Dr.Christianson berpikir sejenak dan berkata, "Semuanya ini push up kamu. Kamu yang pegang kendali. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau." Dan Dr. Christianson melanjutkan ke siswa yang selanjutnya.

Beberapa saat kemudian, Jason, seorang siswa dari kelas lain dengan santai mau masuk ke kelas, dan sebelum ia melangkahi masuk, seluruh kelas berteriak serentak, "JANGAN! Jangan masuk! Kamu berdiri di luar saja!" Jason kaget karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Steve mengangkat kepalanya dan berkata, "Tidak, biarkan dia masuk."

Professor Christianson berkata, "Kamu sadar bahwa jika Jason masuk, kamu harus melakukan 10 push up untuk dia?"

Steve berkata, "Ya, biarkan dia masuk. Berikan donut kepadanya." Dr.Christianson berkata, "Ok Steve. Jason, kamu mau donut?" Jason yang baru masuk ke kelas dan tidak tahu apa-apa menjawab, "Ya, tentu saja, berikan saya donut."

Steve melakukan 10 push up dengan sangat perlahan dan bersusah payah. Jason yang kebingungan diberikan satu donut. Dr. Christianson sudah selesai dengan baris ke-empat dan mulai ke tempat siswa-siswa dari kelas lain yang duduk di tangga.

Tangan Steve sudah mulai gemetaran dan ia harus bergumul untuk mengangkat dirinya melawan tarikan gravitas. Di waktu ini, keringatnya bercucuran, dan tidak kedengaran apa-apa kecuali bunyi nafasnya yang kencang. Mata setiap orang di kelas itu mulai basah. Dua siswa terakhir adalah dua siswa perempuan yang sangat popular, Linda dan Susan.

Dr. Christianson pergi ke Linda, "Linda, apakah kamu mau donut?" Linda dengan sedih berkata, "Tidak, terima kasih"

Professor Christianson dengan perlahan bertanya, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up supaya Linda bisa mendapatkan donut yang tidak ia mau?" Dengan pergumulan yang berat, Steve dengan perlahan melakukan push-up untuk Linda. Lalu Dr Christianson berpaling kepada siswa yang terakhir,Susan. "Susan, kamu mau donut ini?" Susan dengan air mata yang berlinangan di pipinya mulai menangis. "Dr Christianson, mengapa saya tidak boleh membantunya?"

Dr. Christianson, dengan mata yang berkaca-kaca berkata, "Tidak, Steve harus melakukannya sendiri; saya telah memberinya tugas itu dan ia bertanggungjawab untuk memastikan setiap orang mempunyai kesempatan untuk mendapat donut itu, tidak kira apakah mereka menginginkannya atau tidak. Hanya Steve seorang saja yang mempunyai nilai yang sempurna. Setiap orang telah gagal dalam ujian mereka, mereka entah bolos kelas atau memberikan saya tugas yang di bawah standar. Steve memberitahu saya di latihan football, saat seorang pemain buat salah, ia harus buat push up. Saya memberitahu Steve bahwa tidak seorang pun dari kalian yang boleh datang ke pesta saya melainkan ia membayar harga dengan melakukan push up bagi kalian. Steve dan saya telah membuat perjanjian demi kalian semua."

"Steve, maukah kamu membuat 10 push up supaya Susan bisa mendapatkan donut?" Steve dengan sangat perlahan melakukan 10 push up yang terakhirnya. Ia tahu ia sudah menyelesaikan semua yang harus dia lakukan. Secara total, Steve telah melakukan 350 push up, tangannya tidak tahan lagi dan ia jatuh tersungkur ke lantai. Dr. Christianson lalu berpaling ke kelas dan berkata, "Dan, demikianlah, Juru Selamat kita, Yesus Kristus, di atas kayu salib, ia telah melakukan semua yang dibutuhkan olehnya. Ia menyerahkan semuanya. Dan seperti mereka yang ada di ruangan ini, banyak di antara kita yang membiarkan hadiah itu begitu saja di atas meja, sama sekali tidak kita jamah."

Dua siswa mengangkat Steve dari lantai untuk duduk di kursi, walaupun sangat lelah secara fisik, Steve tersenyum bahagia. "Engkau sudah berbuat dengan baik, hambaku yang baik dan setia," kata professor dan ia menambahkan, "Tidak semua khotbah disampaikan dengan kata-kata." Berpaling kepada kelas, profesor berkata, "Harapan saya adalah kalian dapat memahami dan sepenuhnya mengerti akan semua kekayaan kasih karunia dan rahmat yang telah diberikan kepada kalian lewat pengorbanan Yesus Kristus. Allah tidak menyayangkan putra satu-satu-Nya, tetapi menyerahkan dia untuk kita semua. Apakah kita memilih untuk menerima menolak karunia-Nya, harganya sudah lunas dibayar."

"Apakah kita akan menjadi orang yang bodoh dan yang tidak bersyukur dengan meninggalkan hadiah itu di atas meja?"

~ Halaman 3 ~