Minggu, 23 November 2008

EDISI 09 TAHUN 2009

SEPERTI TANAH
Bacaan: Matius 13:24-30

Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. - Matius 13:24

Tanah tidak pernah memilih benih. Tanah tidak mempedulikan apa yang bakal kita tanam. Jika kita menaburnya dengan benih padi, tanah akan merespon benih itu dan menumbuhkannya. Demikian juga jika kita menaburnya dengan rumput teki, gulma liar atau tanaman-tanaman pengganggu lainnya, tanah juga tidak mempedulikannya melainkan akan merespon benih itu dan menumbuhkannya juga.

Sebagaimana tanah akan merespon dan menumbuhkan setiap benih tanpa membeda-bedakan benih apakah itu, demikian juga halnya dengan pikiran kita. Pikiran kita seperti tanah yang akan menerima, merespon dan menumbuhkan hal apapun juga, tidak peduli hal yang baik maupun hal yang buruk. Tidak peduli itu membawa kita kepada keberhasilan atau sebaliknya membawa kita kepada kemerosotan.

Apa yang kita tanamkan dalam pikirkan akan sangat mempengaruhi kehidupan kita. Jika kita menanamkan ke dalam pikiran, perkataan-perkataan negatif seperti ini : aku tidak bisa, aku tidak mampu, ini tidak mungkin berhasil, aku sangat payah, aku memang ditentukan hidup miskin, aku akan kalah, dsb., maka hal-hal negatif tersebut akan direspon oleh pikiran kita dalam bentuk sikap dan tindakan, yang kemudian hasilnya akan menjadi sama persis seperti apa yang kita tanam. Sebaliknya jika kita menanamkan ke dalam pikiran, hal-hal yang positif, antusiasme, hal-hal yang benar, dsb., maka pikiran juga akan merespon hal tersebut ke dalam sikap dan tindakan kita sehingga akhirnya hidup kita menjadi berhasil.

Intinya, benih awal yang kita tanamkan ke dalam pikiran akan menentukan hasil akhir dari hidup kita. Itu sebabnya kita perlu hati-hati dan hanya akan menanamkan hal-hal yang positif saja dalam pikiran kita. Pikiran kita seperti komputer yang akan patuh dan siap melakukan tepat apa yang kita suruhkan. Jangan lupa bahwa pikiran kita tidak mempedulikan perintah apa yang kita berikan. Jadi, inilah alasan mengapa kita perlu memprogram pikiran kita dengan hal-hal yang positif.

Pikiran kita seperti tanah yang akan menerima semua benih dan menumbuhkannya. (Kwik)

~ Halaman 1 ~

TANAM DAN TUAI
Studi Tentang First Decree
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

“haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ulangan 6:7)

Seorang guru sekolah begitu gemas mendengar seorang anak muridnya menyanyi sebuah lagu dengan notasi yang salah. Lalu, karena ia juga seorang guru seni suara, dia berusaha mengkoreksi murid tersebut. Dia memberitahu anak itu bahwa cara dia menyanyikan lagu itu salah, tidak seperti not yang seharusnya ketika lagu itu digubah. Pada mulanya anak itu membantah dan berkeras hati bahwa apa yang dia nyanyikan itu benar, karena sesuai dengan apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Guru ini berusaha meyakinkan dan menunjukkan buku nyanyian yang ada notnya, dan memberi contoh menyanyikan lagu itu secara benar. Akhirnya, anak itu menyadari bahwa apa yang ia nyanyikan selama ini memang salah, dan ia mau belajar menyanyi lagu itu dengan benar. Anak itu mengikuti setiap not dari buku dan mencoba menyanyi dengan benar. Setelah berulang kali mencoba dan berjuang keras, akhirnya anak ini mulai bisa mengoreksi kesalahannya. Tetapi anehnya, setelah ia berdiam beberapa lama, kemudian mencoba lagi menyanyikan lagu itu, maka ia kembali menyanyi seperti yang pertama, yang salah, dan sulit lagi untuk mengoreksi ke yang benar. Perlu perjuangan lagi untuk mengingat lagi bagaimana menyanyi yang benar. Inilah masalah “dekrit pertama” atau yang lebih dikenal sebagai “first-decree” (FD).

“Dekrit Pertama Pendidikan” merupakan hal yang sedemikian penting di dalam kita mendidik dan mengajar anak. Namun, tema ini sangat sedikit dibicarakan dan dimengerti, khususnya oleh orangtua dan para insan pendidikan. Bahkan ketika disebutkan, sedikit orangtua atau para pendidik yang mengerti apa yang dimaksud dengan “first decree” atau “dekrit pertama” pendidikan ini. Seolah-olah hal ini bisa diabaikan begitu saja, dan tidak dipedulikan, karena adanya asumsi pendidikan bisa diproses sekehendak hati pendidik.

Apa itu First Decree (FD)?

First Decree adalah pengajaran pertama yang diterima oleh seorang (anak), yang tertanam, sehingga merupakan suatu konsep atau kebenaran asasi bagi dirinya. Semakin kecil anak itu, semakin banyak FD yang dimasukkan kepadanya. Saat itu begitu banyak kebenaran-kebenaran yang baru bagi dirinya, yang akhirnya membentuk paradigma kehidupannya. Contoh mengajar menyanyi seperti di awal tulisan ini adalah contoh yang paling sering dialami seorang anak. Tetapi bukan hanya itu. Jika seorang anak diberitahu bahwa warna hijau itu adalah biru dan warna biru adalah hijau, maka akan sulit untuk mengoreksi kesalahan konsep warna itu pada usia dewasa nanti. Setiap kali diberitahu bahwa itu bukan hijau, tetapi biru, ia akan mengiyakan, tetapi tidak lama ia akan kembali lagi menyebut warna itu sebagai hijau. Butuh perjuangan keras untuk betul-betul bisa berubah dan kembali kepada apa yang benar.

Pentingnya First Decree

Pertama-tama, FD sangat berpengaruh pada seluruh kehidupan seseorang, karena akan membentuk paradigma hidupnya. Banyak orang menganggap enteng FD, karena dianggap hal yang lumrah. Orang salah menyanyi, bagi kebanyakan orang, dianggap bukan hal serius. Apalagi di era postmodern seperti sekarang, maka relativitas dan semangat non-akurat menjadi ciri khas masyarakat pragmatis. Manusia tidak mau berjuang untuk mencari kebenaran secara akurat, dan puas dengan apa yang ia anggap benar, walaupun itu tidak benar. Akibatnya, ia sangat mudah tertipu, karena tidak terbiasa lagi untuk mencari hal-hal yang benar dan akurat.

Kedua, yang juga sangat bermasalah, kesalahan-kesalahan FD seringkali menyangkut aspek yang cukup sentral dalam kehidupan, seperti problematika iman (believe) dan pendekatan (approach). Dua aspek ini merupakan hal yang sangat serius. Ketika anak-anak di sekolah diajarkan bahwa semua agama sama, tidak perlu dibeda-bedakan, maka ia akan bertumbuh menjadi seorang relativis dan humanis. Ia tidak lagi melihat bahwa setiap agama itu unik, dan setiap agama pasti mengandung unsur klaim kemutlakkan sebagai kebenaran. Maka tidak mungkin semua agama sama. Di sini manusia sudah ditipu paradigmanya sejak kecil. Akibatnya, ketika ada orang yang mengatakan, “kita harus betul-betul secara serius memilah dan memilih agama atau iman yang benar,” ia akan segera menentang dan menunjukkan sikap tidak suka. Sangat sulit untuk merubah konsep dasar seperti ini. Banyak sekali FD yang ditanamkan secara salah kepada seseorang, yang akhirnya membuat orang tersebut mudah sekali jatuh ke dalam dosa, atau mudah sekali tertipu oleh orang jahat, ataupun sangat sulit mengerti kebenaran Firman Tuhan.

Ketiga, seperti telah disinggung di butir pertama dan kedua, kita segera bisa melihat bahwa FD begitu penting, karena bukan menyangkut satu permasalahan tunggal, tetapi akan mempengaruhi orang lain, karena apa yang kita tanamkan akan menjadi keyakinan di dalam diri orang itu, dan dia akan memakainya untuk meyakinkan orang lain lagi. Seorang yang mendapatkan pendidikan yang salah di masa kecil, maka ia akan menganggap hal itu sebagai kebenaran, dan ia akan meyakinkan orang lain akan hal itu. Seorang yang dari kecil dididik bahwa tidak ada Allah, maka ia akan berusaha meyakinkan orang lain, bahwa memang tidak ada Allah. Hal ini terpaksa ia lakukan, karena ia tidak ingin apa yang ia yakini akhirnya terbukti salah. Maka ia akan berusaha sekuat tenaga agar membuat semua orang setuju dengan pemahamannya, yang sebenarnya salah.


Penanaman First Decree Pada Anak

Setelah kita menyadari akan betapa pentingnya penanaman FD pada anak khususnya, maka kita perlu memikirkan beberapa hal di dalamnya.

1. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat produktif untuk menangkap semua pengetahuan dan pengertian. Konsep-konsep penting dalam kehidupan manusia dimulai dari masa kanak-kanak. Di situlah seorang anak membangun seluruh paradigma hidupnya kelak. Maka, para ahli setuju bahwa usia “balita” (di bawah lima tahun), merupakan waktu yang sangat krusial untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Tetapi bukan sekadar nilai-nilai, iman Kristen melihat pentingnya menanamkan iman itu sendiri. Iman yang sejati adalah basis kemutlakan yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk menjadi kompas hidupnya. Jika dasar imannya diletakkan pada dirinya sendiri, seumur hidup ia akan menghancurkan dirinya.
2. Penanaman FD yang benar pada anak akan membangun keutuhan integritas hidupnya. Hal ini sangat penting di dalam menggarap pertumbuhan anak yang sesuai dengan kebenaran Tuhan. Kita percaya, jika seseorang dibangun dengan pemikiran yang pragmatis dan duniawi, maka di dalam dirinya ada suatu “faktor perusak” (defeating factor) yang akan meledakkan dirinya di suatu saat kelak dalam hidupnya. Hidup yang terbangun di dalam kebenaran Firman akan membuat seluruh hidup akan terintegrasi secara baik. Hidup sedemikian akan membangun moralitas dan kehidupan yang mulia di masa depan. Alkitab mencatat bagaimana Musa dari kecil dididik oleh ibunya dengan Firman, maka ia tidak tergeser imannya ketika menjadi anak angkat puteri Firaun (Tong, 1991, hlm. 21). Di dalam kehidupan bergereja, seorang anak yang terbangun dengan FD yang baik akan sangat mudah dipertumbuhkan, karena tidak mengalami konflik yang terlalu banyak di dalam dirinya. Seorang anak yang dibangun dengan FD yang salah, akan mengalami konflik untuk dibawa kembali kebenaran, dan membutuhkan perjuangan berat untuk melakukan koreksi. Inilah yang banyak dialami oleh setiap kita sebagai orang percaya, yang mendapatkan pengajaran atau penanaman FD yang salah di masa lalu.
3. Seorang anak yang kita tanam dengan FD yang baik, akan sangat menghemat waktunya untuk bertumbuh. Ada banyak waktu yang terbuang di dalam pertumbuhan seseorang ketika ia harus banyak sekali mengoreksi konsep-konsepnya yang salah. Itupun terkadang masih harus berhadapan dengan banyak kendala, akibat kesulitan orang-orang yang mau mengoreksi atau menolong dia.

Peranan Orangtua dan Guru

Dua pemeran penting di dalam penanaman FD adalah orangtua dan guru. Tuhan menyerahkan tugas tanggung jawab yang sangat berat kepada orangtua untuk menanamkan konsep-konsep kebenaran Firman Tuhan kepada anak-anak sejak usia dini. Firman Tuhan di awal makalah ini mengajarkan bagiamana orangtua harus secara intens mengajarkan kebenaran firman kepada anak-anak. Mereka harus mengerti kebenaran dari sejak dini. Jika mereka diajarkan hal yang salah, akan sangat sulit dan dibutuhkan perjuangan yang sangat berat untuk mengoreksi kebenaran.

Sangat disayangkan saat ini, kedua peran penting ini begitu banyak diabaikan. Banyak orangtua dengan tanpa rasa bersalah menyerahkan tugas penanaman FD kepada pembantu atau suster yang memelihara anaknya. Ia tidak melihat bahwa penanaman FD akan berdampak seumur hidup, sementara sang pembantu suatu saat akan meninggalkan anak itu dan tidak pernah bertanggungjawab atas apa yang ia tanam. Seorang filsuf dan pendidik yang luar biasa (Prof. Nicholas Wolterstroff, Ph.D., ed.) bersaksi, ”...begitu indahnya penanaman pengalaman kehidupan Kristen di dalam keluarga yang begitu saleh, menjadi dasar kehidupan seseorang sepanjang hidupnya kemudian.” (Wolterstroff, 2002, hlm. 10-11)

Demikian pula begitu banyak guru yang berpikir bahwa dia hanya seorang yang mencari sesuap nasi (dan semangkuk berlian—ed.), membagi pengetahuan yang ia tahu tanpa pertanggungjawaban bagaimana ia sedang menggarap satu pribadi manusia, yang nantinya akan membawa konsep itu seumur hidupnya. Seolah-olah tugas guru hanyalah satu dari sekian banyak profesi yang lain.

Orangtua dan guru harus sungguh-sungguh menyadari bahwa tugas menanam FD yang baik dan benar merupakan tanggung jawab besar yang Tuhan percayakan kepada Anda. Tugas ini begitu mulia karena membentuk paradigma, karakter, dan khususnya iman dari anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita. Seorang guru sekolah minggu yang sungguh-sungguh mengasihi dan mendidik anak-anak dengan baik, sampai ia dicintai oleh anak-anak, pastilah ia tidak akan menjadi hamba Tuhan yang gagal (Tong, 1991, hlm 19). Seorang guru yang baik, pastilah akan dikenang dan dihormati oleh murid-muridnya kelak. Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa guru yang baik adalah yang dia sendiri telah menjadi murid kebenaran (Tong, 1993, hlm 69).

Penutup :
Jika selama ini kita tidak peduli dengan First Decree, mungkin karena kurangnya pengetahuan dan pengertian akan pentingnya tugas ini, kiranya kini kita boleh lebih secara serius memikirkan dan mengaplikasikan di dalam pendidikan kita. Jika selama ini kita tidak terlalu peduli akan pentingnya keakuratan akan kebenaran dan membiarkan semua pragmatis, kini kita perlu mulai memikirkan bahwa kebenaran harus dibedakan dari ketidakbenaran. Kita harus menanamkan FD yang paling benar, yang akurat, yang sesuai dengan Firman Tuhan. Seperti Pdt. Dr. Stephen Tong tegaskan, “kebenaran itu bukanlah pengetahuan, tetapi kekuatan” (Tong, 1993, hlm. 41).

Jika selama ini kita tidak melihat pentingnya peran orangtua dan guru dalam menanamkan FD, kini kita perlu bertobat dan berbalik untuk menebus kesalahan kita dengan sungguh-sungguh menggarap panggilan mulia ini di dalam panggilan pendidikan Kristen yang benar. Soli Deo Gloria.

~ Halaman 2 ~

MENTAL KAKI GUNUNG

BILANGAN 13:30-31
30] “Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya! "
31] Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita."

Beberapa tahun lalu saya ikut tour ke LOMBOK, dan sempat transit di daerah DIENG, dengan tujuan untuk menyaksikan sunrise di puncak gunung BROMO. Bagi yang mau berangkat, kami sudah harus siap dijemput jam 2 subuh dengan menggunakan colt atau jeep. Dari total peserta 42 orang, hanya sekitar 25 orang yang mau berangkat, yang lainnya lebih memilih untuk tidur di hotel. Perjalanan menuju kesana, bukan perjalanan yang menyenangkan, kami harus melewati kelokan yang tajam dan sempit, Tibalah kami di suatu tempat yang namanya TANJANGAN, dimana kami bisa melihat sunrise “WOW, amazing” (anda harus datang sendiri kesana untuk melihatnya), perjalanan kemudian dilanjutkan hingga di padang pasir (kalau bisa dikatakan demikian) karena memang di sekelilingnya hanya ada pasir. Kendaraan hanya berhenti di kaki gunung dan untuk ke puncak gunung harus menggunakan kendaraaan yang berbeda, ada 2 alternatif yang bisa kami gunakan jalan kaki atau naik kuda (inilah yang saya gunakan) lalu menaiki +-150 anak tangga. Tour leader mengatakan bahwa diatas gunung terdapat kawah dan dari sana bisa melihat view yang sangat indah Setelah mendengar berita itu, sebagian dari rombongan kami, memutuskan tidak berangkat, mereka lebih memilih untuk berada di kaki gunung.

Kami akhirnya berangkat dengan naik kuda dengan didampingi kusir, pak kusir berada di samping kami dan menuntun kuda tersebut supaya tidak terperosok. Saat berangkat ke puncak gunung tidak terlalu tegang walau pun agak tegang juga karena saya belum pernah naik kuda ditambah pelananya yang keras, namun saya masih bisa menikmati perjalanan. Tiba di kaki puncak, kami turun dari kuda, menarik nafas dan melihat ke puncak gunung. Saat melihat ke arah sana, beberapa rekan berkata, “Wah tinggi banget, aku tidak akan bisa naik kesana. Mana udaranya tipis begini, bikin nafas jadi sesak.” Memang, makin tinggi permukaan bumi, udara semakin tipis dan bisa membuat nafas kita pendek.”

Perkataan rekan ini, tidak menyurutkan semangat kami. Saya dan beberapa orang tetap memutuskan untuk menaiki anak tangga itu. Hingga akhirnya……… kami sampai di bibir kawah di puncak gunung BROMO, semua keletihan, nafas yang tersenggal-senggal tidak kami rasakan. Yang kami rasakan adalah sukacita karena kami mampu menyelesaikan perjalanan ini. Dan benar seperti perkataan tour leader, bahwa dari puncak gunung kita dapat melihat view yang lebih indah dari TANJAKAN di bawah tadi. Setelah jepret sana jepret sini, kami menuruni tangga dan bertemu beberapa orang yang akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak kami. Singkat kata, kami sampai di kaki gunung dan segera naik ke colt untuk kembali ke hotel. Ternyata…. mobil kami adalah yang paling terakhir berangkat, karena mereka menunggu kami yang naik ke puncak gunung. Di dalam kendaraan, kami bercerita dengan hebohnya dan itu membuat beberapa orang “iri” dan “menyesal” karena mereka tidak ikut bersama kami naik sampai ke puncak. Dan yang paling “iri” adalah mereka yang memutuskan untuk tinggal di hotel. Sayang sekali…. Mereka melewatkan moment yang sangat indah, karena mereka tidak akan memiliki kenangan yang sama. Mungkin mereka akan datang lagi ke BROMO, tapi tentunya dengan suasana yang berbeda, karena rekan-rekannya sudah berbeda.

Dari ilustrasi di atas, apakah anda mendapat sesuatu ?
Tuhan memberikan banyak kesempatan pada kita dan memberikan kita kebebasan untuk memutuskan pilihan mana yang akan kita pilih. Namun seringkali kita tidak mau melangkah untuk masuk rencana TUHAN dan memilih untuk hidup dalam zona nyaman. Seperti rekan-rekan saya yang memutuskan untuk tinggal di hotel, mereka tidak merasakan serunya selama perjalanan itu, demikian juga mereka yang memutuskan untuk berhenti di kaki gunung bahkan di kaki anak tangga. Padahal perjalanan mereka tinggal satu langkah lagi menuju puncak dan mereka dikalahkan oleh diri mereka sendiri, oleh mental mereka yang berkata saya tidak mampu dan tidak sanggup.

Menurut anda, sebenarnya mereka mampu untuk mencapai puncak atau tidak ?

Mungkin ada yang berkata tidak, ragu-ragu dan ada juga yang berkata mampu. Saya akan berkata mereka mampu, sama seperti kami yang mampu mencapai puncak gunung.

Tapi kenapa mereka tidak mampu menyelesaikannya ?
1. FOKUS PADA MASALAH
BILANGAN 13:28, “Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana.”
Ada 4 tipe orang dalam rombongan kami :
1. tetap tinggal di hotel
2. tinggal di kaki gunung
3. tinggal di kaki anak tangga
4. sampai ke puncak
Sebagian besar memutuskan untuk tinggal di hotel karena cuaca yang sangat dingin dan harus bangun subuh-subuh. Hal inilah yang membuat enggan sebagian peserta. Peserta yang hanya sampai di kaki gunung dan berhenti karena mereka melihat betapa tinggi nya gunung itu dan mengukur diri sendiri dan menyatakan tidak mampu untuk mencapainya. Yang sungguh disayangkan adalah rekan-rekan saya yang hanya tinggal di kaki anak tangga, tinggal selangkah lagi mereka menuju puncak. Tapi mereka tidak mau, karena mereka berkata kaki mereka pegal bila harus menaikinya.

Dan yang paling sukses sampai ke puncak adalah group kami, saat kami sharring di kendaraan, “Kenapa kami bisa sampai di puncak?” Jawaban kami adalah sama, dalam benak kami hanya tertuju pada satu titik yaitu puncak gunung BROMO, apapun rintangannya itu tidak membuat kami mundur. Sekalipun mungkin harus terjatuh dari kuda (itu kesaksian rekan saya karena dalam perjalanan naik dan turun, rekan saya ini selalu jerit-jerit ketakutan). Dia katakan “ Itu semua tidak sebanding dengan hadiah yang akan kita terima saat kita berada di puncak gunung.” Dalam hati, kami pun meng “amin” kan, karena kami pun mengalami hal yang sama dan kenangan itu akan kami ingat selamanya.
Banyak orang tidak mampu menghadapi masalah, karena mereka selalu mengukur masalah yang ada di depan mata dengan ukuran dirinya sendiri. Saat diberi tanggung jawab yang besar, dia tidak mampu menyelesaikannya dan bahkan melemparkan tanggungjawab itu kepada orang lain.

MASALAH, SESUNGGUHNYA ADALAH TEMPAT PELATIHAN BAGI MANUSIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN KEAHLIAN BAGI DIRINYA SENDIRI.

Saudaraku, janganlah berdoa meminta TUHAN untuk melakukan masalah dari hadapan anda, tapi mintalah kekuatan dari TUHAN untuk memampukan anda mengatasi masalah itu. Anda akan melihat bahwa saat anda sudah mampu melewati, masalah itu menjadi tidak ada apa-apanya. Karena apa, karena anda sudah melewatinya.

2. MERASA TIDAK DAPAT MAJU
BILANGAN 13:31-33, “Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita."
13:32 Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka,……..”

Orang yang selalu mengukur diri tidak dapat maju, ibarat pepatah mengatakan “ seperti katak dibawah tempurung”, orang yang seperti ini adalah orang yang pesimis menganggap dirinya tidak dapat maju untuk melawan masalah, akibatnya tidak berkembang dan selalu hidup di masa lalu. Orang yang seperti ini, selalu merasa masalah lebih besar dari dirinya sendiri dan merasa dirinya tidak berdaya untuk menghadapinya.

Saat kami menuruni anak tangga, kami bertemu dengan seorang oma dari group kami. Dengan perlahan tapi pasti, beliau menaiki satu per satu anak tangga itu. Sesampainya di kaki gunung, kami harus segera naik colt, tapi ternyata masih ada beberapa peserta yang belum sampai. Tiba-tiba, oma ini menyeruak masuk dan berkata “Oma sangat bahagia bisa mencapai puncak gunung itu, walau harus berjalan perlahan-lahan. Oma yakin bisa sampai, tadinya oma hanya berniat tinggal di kaki anak tangga. Tapi oma terinspirasi oleh kalian dan oma memutuskan untuk naik.”

Untuk maju, janganlah terpaku pada usia, gender, suku bangsa, warna kulit, etc. Semuanya itu, diciptakan iblis untuk mematikan potensi diri anda dan mematikan diri anda sebagai manusia utuh. TUHAN menciptakan anda dengan segenap kemampuan untuk berkuasa atas bumi ini dan juga untuk mengatasi setiap masalah yang timbul. PERCAYA DAN MELANGKAHLAH ! Karena anda punya ALLAH yang luar biasa, yang memampukan anda untuk melakukan perkara-perkara yang luar biasa, diluar pikiranmu. Buktinya oma ini mampu untuk mencapai puncak gunung dalam usia 67 tahun. Karena beliau yakin, bahwa dirinya mampu naik ke puncak gunung.

3. BERSUNGUT-SUNGUT
BILANGAN 14:2, “Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!
14:3 Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"
Bersungut-sungut alias ngomel adalah salah satu ciri orang pesimis. Selalu memperkatakan dan memperbesar masalah dengan maksud untuk mencari perhatian orang lain dan tidak puas dengan diri sendiri.

Orang yang seperti ini tidak pernah menemukan kepuasaan dalam hidupnya, Karena selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, membandingkan masa sekarang dengan masa lalu dan menyalahkan keadaan sekelilinnya.

4. MENYALAHKAN TUHAN
BILANGAN 14:3, “Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?"

5. MENGKRITIK
Dan inilah salah satu momok yang sering tidak disadari oleh kebanyakan orang yaitu “suka mengkritik”. saat ada orang baru ditempat kita bekerja dan dalam tempo singkat langsung menempati posisi penting, langsung kita kasak kusuk dan menuding yang bukan-bukan KKN lah, menjilat lah, etc. Atau seringkali kita mengkritik pimpinan/atasan kita baik di perusahaan maupun di gereja.

Bedakan antara mengkritik dan kritis. Kritik lebih cenderung menjatuhkan seseorang dengan mencari titik-titik kelemahannya. Sedangkan kritis lebih difokuskan pada mencari jalan keluar dari kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Kritik lebih bersifat negative sedangkan kritis lebih bersifat membangun.

Dulu saya adalah orang yang suka mengkritik, saat menemukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan hati atau kelihatan aneh di depan mata, kritikan itu langsung mengalir dengan pedas. Apapun yang di depan mata selalu saya komentari, entah itu wajah seseorang, cara jalan, cara makan, cara kerja, cara berpakaian, etc dan itu membuat pergaulan saya terbatas. Suatu hari, ROH KUDUS menyingkapkan pikiran bahwa saya adalah orang yang perfeksionis dan akar permasalahan ada pada diri saya bukan orang lain. Saya menggunakan standar tinggi untuk menilai diri sendiri dan orang lain dan menuntut mereka untuk melakukannya, yang tentu saja tidak mungkin terwujud secara sempurna. Saya menjadi sangat kecewa dan melampiaskannya dengan mengkritik habis-habisan.

ROH KUDUS mengajar saya untuk menerima setiap orang apa adanya, sama seperti TUHAN yang menerima diriku apa adanya demikian juga saya harus memperlakukan setiap orang sama seperti TUHAN memperlakukan saya.

Ingatlah akan hal ini, TUHAN telah menciptakan manusia-manusia pemenang yaitu anda dan saya. Namun keputusan untuk menjadi siapa dan apa anda di masa yang akan datang, itu di tangan anda bukan di tangan TUHAN. Berjalan bersama TUHAN seakan-akan menakutkan, penuh kesulitan, rintangan, kekeringan, marabahaya. Tapi percayalah, tangan TUHAN tetap menyertai anda, DIA tetap menyertai, menjaga dan mencukupkan semua kebutuhan anda.

PS:
- Orang yang bermental kaki gunung tidak akan mampu melihat penggenapan rencana TUHAN dalam hidupnya.
- Orang yang bermental kaki gunung adalah orang yang hidup di masa lampau, yang hidup penuh dengan nostalgia, baik mengenai pelayanan, kepahitan, kegagalan, prestasi, kesuksesan, kekayaan, etc.
- Orang yang bermental kaki gunung adalah orang-orang yang telah mati secara rohani walaupun secara fisik masih hidup, masih aktif pelayanan tapi secara rohani sudah mati.
- Orang yang bermental kaki gunung adalah orang-orang yang lebih menyukai tata cara, system, liturgi yang berkaitan dengan TUHAN daripada pribadi TUHAN itu sendiri.
- Orang yang bermental kaki gunung adalah orang yang berada di dua sisi, ingin ikut TUHAN dengan tetap mengandalkan kekuatan sendiri. Dan orang yang mendua hati tidak akan tenang hidupnya.
- KUATKAN DAN TEGUHKAN HATIMU !
Tuhan memberkati !

~ Halaman 3 ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar