Rabu, 02 Juli 2008

EDISI 11 Tahun 2008

PEMULIHAN DAN PEMBAHARUAN
Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus. {Gal. 6:9}

Seorang penjual mobil bekas mempromosikan sebuah buah mobil padaku, "Yang ini bagus, baru saja dicat. Seperti mobil baru, bukan?" Benar, mobil itu tampak berkilau tetapi pasti ada beberapa hal yang lebih penting dari sekadar polesan cat. Mobil itu memiliki beberapa kerusakan paling tidak karat, yang tidak seluruhnya dapat ditutupi oleh lapisan cat. Cat baru memang menutupi beberapa cacat, sekaligus bisa mengecoh pembeli.

Seperti mereka yang mengecat mobil bekas, aku juga kadang-kadang mencoba menutupi kekurangan. Lari dari kondisi sulit, menyangkal adanya masalah, dan membuat alasan-alasan adalah beberapa cara yang biasanya aku lakukan untuk menghindari masalah.

Seperti mobil bekas, kehidupan kita pun membutuhkan pemulihan. Dosa perlu dihapuskan, kesalahan diampuni, keputusasaan digantikan dengan pengharapan, dan kesedihan diubah menjadi kesukacitaan. Bagaimana kita dapat dipulihkan? Melalui penderitaan, kematian, dan kebangkitanNya, Yesus sudah mulai memulihkan kita, dan la akan terus bekerja sampai kita mengalami pemulihan dan pembaruan secara sempurna! (Judith R. Junk - Indiana)

~ Lembar ke-1

MENGERJAKAN KESELAMATAN
Oleh : Ev. Yakub Tri Handoko, M.Th.
Nats : Filipi 2:12-13

Ketaatan dalam sebuah keluarga merupakan sesuatu yang penting. Permasalahannya, tidak semua orang memiliki konsep ketaatan yang benar. Dalam kotbah kali ini kita akan mempelajari ketaatan seperti apa yang dituntut oleh Allah? Teks yang akan menjadi dasar kotbah adalah Filipi 2:12-13.

Kerjakan keselamatanmu (ayat 12)
Jika kita melihat ayat 12-13 secara sekilas pun kita dengan mudah akan menemukan bahwa inti dari bagian ini terletak pada kalimat perintah di ayat 12, yaitu kerjakanlah keselamatanmu. Bagian lain dari ayat 12-13 hanya menjelaskan inti tersebut. Apa yang dimaksud dengan perintah ini? Apakah perintah ini tidak bertentangan dengan ajaran Paulus yang lain tentang keselamatan adalah anugerah (Rom 3:28; Ef 2:8-9)?

Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa nasehat ini tidak bertentangan dengan doktrin anugerah. Pertama, kata kerja katergazomai (“kerjakanlah”) sebenarnya lebih bermakna “menyelesaikan” (Ef. 6:13), bukan menghasilkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Ayat ini berarti “work out your salvation” (mayoritas versi Inggris), bukan “work for your salvation”.

Kedua, kata “mu” dalam frase “keselamatanmu” dalam bahasa Yunani berbentuk jamak.Pemakaian bentuk jamak ini menunjukkan bahwa Paulus tidak sedang membicarakan keselamatan pribadi-pribadi. Ia sedang membahas keselamatan secara komunal. Ia sebenarnya menasehatkan jemaat di Filipi sebagai sebuah komunitas untuk menunjukkan pola hidup tertentu yang membuktikan bahwa mereka memang sudah diselamatkan.

Dalam konteks pasal 2, hal ini berhubungan dengan kasih sesama orang percaya (2:1-4,14-15; 4:2). Nasehat yang hampir serupa dengan ayat ini terdapat di Filipi 1:27 “hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus”. Dengan menunjukkan diri sebagai komunitas yang punya gaya hidup sesuai Injil, jemaat Filipi akan mampu menjadi teladan bagi orang-orang luar yang memusuhi mereka (1:27-28; 2:15).

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa nasehat untuk mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan nasehat untuk hidup sesuai dengan status yang sudah diselamatkan. Dalam istilah yang lebih sederhana, mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan hidup sesuai firman Tuhan (ketaatan). Hal ini juga terlihat dari kalimat di ayat 12 “kamu senantiasa taat, karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu”.

Bentuk ketaatan (pengerjaan keselamatan), ayat 12
Dalam bagian ini kita akan melihat 3 macam ketaatan yang dituntut Allah dari kita.

1. Harus konsisten.
Di awal ayat 12 Paulus mengatakan “kamu senantiasa taat, karena itu...”. Hal ini jelas merujuk pada konsistensi ketaatan yang sudah ditunjukkan jemaat Filipi mulai dari awal pelayanan Paulus di sana (Kisah Rasul 16) sampai waktu Paulus menulis surat. Ketika ia mulai memberitakan Injil di Filipi, beberapa orang langsung menerima firman itu (Kis 16:14, 32-33). Ketika ia berada di tempat lain, jemaat Filipi tetap mendukung pemberitaan Injil (Flp 4:10, 15-16). Mereka tetap bertahan dengan penganiayaan yang terus-menerus mereka alami (Flp 1:28-30). Ketika Paulus menulis surat ini pun jemaat Filipi telah memberikan bantuan untuk pekerjaan misi (Flp 2:25). Paulus tidak puas hanya pada ketaatan mereka dari dulu sampai sekarang. Ia ingin agar mereka terus mengerjakan keselamatan mereka (taat).

2. Tidak dibatasi situasi apapun.
Paulus menambahkan bahwa ketaatan jemaat Filipi harus dilakukan “bukan hanya waktu aku hadir, tetapi terlebih waktu aku tidak hadir”. Dalam sebagian versi Inggris, frase ini dihubungkan dengan “kamu senantiasa taat”, bukan “kerjakan keselamatanmu”. Dari sisi tata bahasa dan konteks surat Filipi, frase tersebut sebaiknya dihubungkan dengan “kerjakan keselamatanmu” (LAI:TB). Pertama, kata Yunani me (“bukan”) seringkali dipakai untuk menerangkan kalimat perintah. Dalam ayat ini “kerjakan keselamatanmu” berbentuk kalimat perintah (imperatif), sedangkan “kamu senantiasa taat” merupakan kalimat pernyataan (indikatif). Kedua, ide tentang kedatangan Paulus dalam surat Filipi bukan merujuk pada kedatangannya yang dulu (Kis 16). Kedatangan ini bersifat futuris, seandainya Paulus berhasil bebas dari penjara (1:26 dan 2:23-24). Ia belum tahu apakah ia akan bebas atau dihukum mati (1:20-26), karena itu berpesan pada jemaat Filipi untuk tetap mengerjakan keselamatan (taat) baik ia ada atau tidak ada. Tambahan ini perlu ditegaskan Paulus, karena jemaat Filipi sangat dekat dan mengasihi dia. Mereka bisa terjebak pada ketaatan yang semu, yaitu taat hanya karena faktor Paulus (hamba Tuhan) saja. Ketaatan seperti ini jelas tidak tepat. Hamba Tuhan memang harus menjadi teladan bagi jemaat (1Kor 11:1; 1Tim 4:12), tetapi jemaat harus berfokus pada Tuhan (Mat 11:29). Intinya, ketaatan kita tidak boleh dipengaruhi oleh situasi tertentu.

3. Didasari hormat pada Allah.
Paulus menasehatkan agar jemaat Filipi tetap mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Sekilas konsep ini terkesan aneh, karena dasar ketaatan seharusnya adalah kasih (Mat 22:37-40), bukan ketakutan. Kesan ini akan hilang apabila kita ingat bahwa Allah memang seringkali menghukum umat-Nya agar mereka takut dan taat kepada-Nya.Takut di sini dimaksudkan agar mereka lebih hormat pada kekudusan Allah. Dalam tulisan

Paulus, ungkapan “dengan takut dan gentar” muncul beberapa kali dengan makna “hormat”, tanpa selalu melibatkan unsur hukuman. 2Korintus 7:15 mencatat bahwa Titus diterima jemaat Korintus dengan takut dan gentar. Maksudnya, ia diterima dengan penuh hormat, karena ia mewakili Paulus. Dalam Efesus 6:5 Paulus menasehati para budak agar taat kepada tuan mereka dengan takut dan gentar. Tidak ada ketakutan karena hukuman yang diindikasikan di Efesus 6:5-8. Takut dan gentar berarti dengan sikap hormat. Begitu pula ketaatan kita kepada Allah harus didasarkan pada rasa hormat terhadap kekudusan Allah. Kita taat bukan karena sungkan terhadap orang lain, tuntutan sosial, takut kalauberdosa nanti ketahuan, dan sebagainya. Kita taat karena kita menghormati kekudusan

Allah.
Kekuatan untuk taat (pengerjaan keselamatan), ayat 13
Jenis ketaatan yang dituntut di ayat 12 tampaknya sangat sulit untuk dilakukan, karena itu Paulus menjelaskan rahasia kita bisa melakukan itu (band. kata sambung “karena” di awal ayat 13). Rahasianya terletak pada diri Allah. Allah yang mengerjakan kekuatan dari dalam diri kita (energew). Kata energew muncul 20 kali dalam PB, 18 di antaranya dipakai oleh Paulus. Arti yang terkandung di dalam kata ini adalah “bekerja dengan penuh kekuatan” (Gal 2:8; 3:5; 5:6; Ef 2:2).

Allah memampukan kita untuk mau (qelo) dan mampu (energew) menaati Dia. Natur kita yang tercemar oleh dosa cenderung tidak bisa konsisten dalam menaati Allah. Kita seringkali taat dalam situasi-situasi tertentu saja. Kita juga tidak jarang menaati Allah tapi dengan motivasi/dasar yang salah. Melalui intervensi Allah dalam diri kita, kita diberi kemauan dan kemampuan. Tugas kita adalah berserah pada pimpinan Allah.

Aplikasi
Dalam kehidupan keluarga, kita seringkali berada dalam situasi yang sulit untuk menaati Allah. Kita diperhadapkan pada dua pilihan: taat pada Allah tapi mengalami kesulitan dalam bisnis atau tidak taat tapi bisnis lancar. Apakah kita mau mengambil komitmen untuk menaati Allah bagaimanapun sulitnya itu? Kita juga tidak jarang diperhadapkan antara waktu bagi Tuhan dan bagi pekerjaan. Apakah kita mau mengutamakan Tuhan di
atas segala-galanya? Kita kadangkala harus memilih: mengikuti kata hati kita untuk bercerai atau kehendak Allah untuk tetap bersama pasangan kita. Apakah kita mau memilih Allah walaupun itu sulit? Allah akan bekerja dengan kuat dalam diri kita sehingga kita bisa untuk mau dan mampu menaati Dia.

~ Lembar ke-2 ~

ALEXIA
Pagi itu sepulang dari mengikuti Ekaristi Minggu Palma di Gereja Keluarga Kudus Banteng, aku memanggil ALEXIA, salah satu anak asuh kami yang tinggal serumah denganku.

"Lex … tolong kamu ke sini sebentar, Sr mau tunjukkan sesuatu ke kamu."

Alexia bergegas menuju ke kamarku. Aku mulai membuka laptopku dan kubuka folder tentang FARA, anak umur 3 tahun yang menderita gizi buruk dan sudah hampir 6 bulan dirawat di rumah sakit dr. Sardjito Yogyakarta. Alexia memperhatikan slide yang kupertontonkan padanya. Aku melihat anak itu sering mengerutkan dahinya, menyipitkan matanya … kurasa ada sesuatu yang berkecamuk di dalam hatinya dan benar saja …"Tuhan … kasihan dia," itu kata-kata yang sering aku dengar terlontar dari mulutnya.

"Kasihan ya Suster. Padahal masih sangat kecil sudah menderita seperti itu. Kapan kita menenggoknya Sr?" katanya sambil menahan diri untuk tidak menangis karena memang aku melihat ada genangan air di kedua kelopak matanya.4

" Siang ini kita tengok ya. " jawabku.

Lalu Alexia bergegas keluar dari kamarku dan aku melanjutkan ketikanku yang belum selesai. Tidak ada sepuluh menit sejak keluar dari kamarku, Alexia kembali masuk kekamarku. Kulihat ada uang di genggaman tangannya.

"Sr … saya mau bicara," katanya.

Aku melihat ke arahnya dan kuhentikan ketikanku. "Kamu mau bicara apa? Bicaralah." kataku padanya.

"Sebelumnya saya minta maaf Sr kalau apa yang akan saya katakan nanti membuat Sr marah," katanya sambil menatapku. Aku menganggukkan kepalaku dan memberinya isyarat agar dia bicara.

"Begini Sr. Saya mau minta ijin, boleh tidak atas nama anak-anak, saya memberi sumbangan untuk Fara? Tapi uangnya saya tidak akan minta Sr , saya akan ambil dari uang hasil jualan. Kalau tidak boleh juga tidak apa-apa Sr."

Aku kaget ... bukan karena marah, tapi aku tidak percaya bahwa anak ini akan mengatakan demikian. Aku menatapnya dan berkata, "Sr tidak marah. Kamu boleh menggunakan uang itu. Sr malah senang."

Aku melihatnya tersenyum padaku dan kegembiraan itu kulihat jelas di wajahnya,

"Terima kasih Sr."

Aku membalas senyumannya.

"Kamu mau beri berapa?" tanyaku. Aku bertanya demikian bukan karena aku ingin tahu berapa nominal yang akan dia berikan tetapi aku ingin tahu sejauh mana ketulusan dia.

" Uang hasil jualan ada Rp 600.000 Sr. Saya akan ambil Rp 500.000 untuk Fara sedangkan yang Rp 100.000 untuk beli bahan buat jualan besok Minggu. Boleh tidak Sr?" Dia menatapku seolah ingin minta persetujuanku.

Jawaban Alexia membuat aku tertegun, sungguh saat itu sepertinya ada kesejukan masuk ke hatiku mendengar apa yang baru saja Alexia katakan .... Rp 500.000 dari Rp. 600.000 ... luar biasa.

Aku tersenyum bangga padanya dan aku berkata, “Sr ijinkan. Sr senang mendengar ini semua."

Dia lantas keluar dari kamarku dan kulihat dia mengambil amplop di ruang kerja milik Sr Vero dan selanjutnya kulihat dia sibuk menulis sesuatu pada secarik kertas. Aku memperhatikan Alexia dengan seksama. Sungguh aku merasa senang, aku bahagia.

Kebahagiaan itu makin terasa saat kami pulang dari rumah sakit dr. Sardjito. Dalam perjalanan pulang menuju rumah, aku bertanya padanya, "Lex … kalau boleh Sr tahu, apa yang membuat kamu mengambil keputusan untuk memberikan sumbangan kepada FARA?"

Dia menjawab, " Bukankah Sr yang selalu mengajarkannya kepada kami? Sr menga takan bila suatu saat nanti kami merasakan betapa kami dicintai dan dikasihi, kami juga harus bisa membagikan kasih itu kepada sesama kami. Kata Sr kasih itu harus dibagi dan jangan sampai berhenti."

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Lalu aku melanjutkan pertanyaanku, "Mengapa kamu memberikan Rp 500.000 dari Rp 600.000 yang kalian miliki? Kenapa tidak Rp 100.000 yang kamu sumbangkan?"

"Sr pernah mengatakan kepada kami, berkat Tuhan itu seperti kita bertamu di rumah orang dan kita diberi segelas air oleh Tuan rumah. Saat kita meminum air itu pasti Tuan rumah akan menambahkan lagi air di gelas kita, tapi bila kita tidak minum Tuan rumah tidak dapat menambahkan air karena kalau ditambahkan air akan meluber ke mana-mana dan terbuang percuma. Saya selalu ingat kata-kata Sr tersebut. Tuhan akan selalu memberikan kepada kita kasihNya, berkatNya bila kita juga dengan tulus dan ikhlas mau membagikannya kepada sesama kita. Kata Sr kalau kita pelit maka Tuhan juga akan pelit,tapi kalau kita tulus maka Tuhanpun akan terus menambahkan."

Aku bahagia mendengar jawaban yang diberikan oleh Alexia kepadaku. Aku sangat bersyukur dengan jawaban itu, jawaban yang dapat dia katakan setelah dia mengalami bagaimana dia dikasihi dan dicintai.

Dari peristiwa Alexia ini, aku mendapat pelajaran-pelajaran yang sangat berharga bagi hidupku.

Pertama,
Alexia mengajarkan bagaimana dia mengasah kepekaan dirinya. Kepekaan itu dia wujud-nyatakan dalam sikap yang konkrit. Dia tidak hanya berhenti dengan kata "kasihan" namun dia sungguh memiliki "belas kasih". Dari keputusan dia untuk membantu keluarga FARA, dia mengajarkan kepadaku bagaimana bisa membedakan antara kasihan dan belas kasih. Kasihan tanpa kita sadari merupakan bentuk kesombongan kita, menganggap kita lebih beruntung daripada orang lain. Sedangkan belas kasih adalah saat kita memiliki empati untuk orang lain, empati yang akhirnya menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu. Empati yang akhirnya menyadarkan kita bahwa penderitaan salah satu. Saudaraku adalah menjadi bagian dari penderitaanku juga.

Kedua,
Rp 500.000 dari Rp 600.000 yang dia miliki diberikannya. Alexia bukan orang yang berkelebihan harta. Sikapnya menunjukkan suatu totalitas dalam berbagi : memberikan bukan dari kelebihannya melainkan dari kekurangannya.

Dari sikap ini Alexia dapat memaknai apa arti ketulusan dan keikhlasan. Untuk dapat berbagi kasih kepada sesamanya, dia tidak perlu menunggu sampai dia kaya lebih dulu, namun keputusan dia untuk memberikan semua yang dia miliki menunjukkan kebesaran hatinya.

Dari sini kita diajak untuk semakin menyadari bahwa untuk dapat berbagi kasih dan cinta kepada sesama , tidak harus menunggu sampai kita kaya. Hal ini mengingatkan kita akan janda miskin yang memberikan seluruh hartanya di bait Allah … inilah makna dari totalitas pemberian diri.

Ketiga,
Kata Sr mengajarkan … yang dikatakan oleh Alexia menyadarkan aku bahwa Alexia sungguh dapat memaknai pengalaman dicintai dan akhirnya memampukan dia untuk mengejawantahkannya dalam hidup. Saat dia mengalami pengalaman dikasihi , dicintai dan dia juga melihat dalam kehidupan kesehariannya dari orang-orang yang ada di sekitarnya, telah membuktikan bahwa dia adalah sosok yang selalu mau belajar : belajar dari lingkungannya, belajar dari orang-orang yang di sekitarnya, belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya dan juga pengalaman-pengalaman hidup orang lain.

Ada banyak orang yang diberi kesempatan untuk belajar, namun hanya segelintir orang yang sungguh mau mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya dan Alexia salah satu di antaranya. Belajar dari pengalaman inilah yang membuat seseorang berkembang dalam hidupnya.

Keempat,
Usianya 19 tahun. Usia yang masih sangat muda, usia kaum muda yang sedang giat-giatnya mencari identitas diri, jati dirinya dan Alexia menunjukkan bagaimana dia mampu untuk dengan sabar dan telaten terus menggali identitas dirinya, identitas yang terus dia asah untuk semakin menjadi pribadi yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta.

Bukankah kita ada dari sebuah cinta, kita hidup untuk cinta dan kita berkembangpun karena cinta? Ya ... misi kita sebagai seorang kristiani adalah cinta maka bagaimana diharapkan kita semakin berkembang dan bertumbuh dalam cinta. Usia yang sangat muda tidak menghalangi seseorang untuk bertumbuh dan berkembang dalam cinta. Umur tidak menentukan kedewasaan seseorang, namun sikap mau belajar , senantiasa terbuka akan segala sesuatu yang baik dalam hidup, menerima dan senantiasa melihat sesuatu dari kacamata yang positiflah yang akan dapat menunjukkan kedewasaan seseorang.

Pengalaman yang dibagikan oleh Alexia sungguh membuat aku bahagia. Kasih itu tidak berhenti , kasih terus dialirkan, kasih terus dibagikan. Alexia semakin menunjukkan akan arti sesungguhnya dari kasih :

K ..... ARENA

A ..... LLAH

S ..... UNGGUH

I ..... NGIN

H ..... IDUP

DI DALAM DIRIKU, DI DALAM DIRIMU, DI DALAM DIRI SEMUA ORANG

Ya ... ciri hidup adalah bergerak, bertumbuh, berkembang. Kita tahu bahwa ALLAH ADALAH KASIH. Allah sungguh ingin hidup di dalam diri makhluk ciptaanNya agar KASIHNYA tidak pernah berhenti dalam kehidupan dunia ini.

Gondang , 24 Maret 2008
Sr. Theresia ppyk Wiji Kartini

~ Lembar ke-3 ~

NIKOLAI KHAMARA
Nikolai Khamara ditahan karena merampok dan dipenjarakan selama sepuluh tahun.Khamara mengamati orang-orang Kristen dan heran, makhluk macam apakah mereka.Mereka manusia juga, namun mereka menunjukkan sukacita di saat mereka seharusnya bersedih dan mereka menaikkan pujian sekalipun menghadapi kesusahan. Saat mereka mendapat sepotong roti, mereka membagikannya dengan orang yang tidak memperolehnya. Wajah mereka tampak bersinar saat mereka berbicara kepada

"seseorang" yang tidak dapat dilihat oleh Khamara.

Suatu hari, dua orang Kristen duduk di sebelah Khamara dan menanyakan kisah hidupnya. Khamara menceritakan kisah sedihnya dan mengakhiri ceritanya dengan berkata, "Aku adalah orang yang terhilang."

Salah satu dari orang Kristen itu tersenyum dan bertanya kepada Khamara, "Jika seseorang kehilangan sebuah cincin emas, berapakah nilai cincin emas itu ketika hilang?"

"Pertanyaan yang bodoh sekali! Sebuah cincin emas ya sebuah cincin emas. Kamu kehilangan cincin emas, tapi orang lain akan mendapatkannya. "

"Jawaban yang bagus sekali," kata orang Kristen itu. "Sekarang katakan, berapakah nilai seseorang yang terhilang? Orang yang terhilang, seorang pencuri, pezinah, atau seorang pembunuh, memiliki nilai seorang manusia. Dia begitu bernilai sehingga Allahmeninggalkan surga dan mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan orang itu."

Orang Kristen itu berkata kepada perampok itu, "Kamu mungkin terhilang, tapi kasih Allah telah menemukanmu. Setelah mendengar itu, Khamara memberikan hidupnya kepada Kristus.

Bagaimana suatu nilai diukur? Biasanya berdasarkan investasi seseorang terhadap waktu, uang, atau emosi. Itulah, bagaimana seseorang memperlakukan harta benda, aktivitas, atau bahkan suatu hubungan akan menyingkapkan seberapa besar hal-hal tersebut dinilai oleh orang itu.

Pikirkanlah, sebagai contoh, betapa beda kita memperlakukan pakaian kerja yang lama dengan yang baru. Atau perbandingan antara perawatan terhadap gelas kertas dengan gelas kristal. Dan saat harta benda yang bernilai hilang atau seseorang terkasih sedang terluka, oh betapa banyak air mata yang keluar. Jadi, berapa nilai orang-orang berharga Anda?

Seperti yang diberitakan oleh orang Kristen itu kepada Khamara, sangat berharga sehingga Yesus meninggalkan surga dan mati di kayu salib bagi ciptaan yang terhilang dan memberontak. Tuhan sangat mengasihi mereka!

"Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8)

~ Lembar ke-4 ~

FAKTA MENARIK TENTANG UANG
Uang menduduki peringkat pertama alasan utama semua kasus perceraian di dunia.

Uang pun menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama stress dan penyakit jantung pada masyarakat perkotaan.

Sebuah pesta pernikahan standar di Amerika menghabiskan biaya tidak kurang dari US$ 20 ribu (Rp 195 juta).

Sebelum dibuat dalam bentuk kertas dan koin, barang-barang berikut digunakan sebagai alat pembayaran : kulit kerang, tanah liat, binatang hidup, dan gabah.

Uang kertas dibuat karena pasukan Amerika kesulitan membawa uang logam yang berat saat Perang Saudara (Civil War). Tahun 1861, kertas digunakan untuk pertama kali sebagai mata uang, dan hanya kertas yang ditandatangani 6 orang pekerja di Dinas Keuangan Amerika waktu itu yang dianggap sah sebagai alat pembayaran. Anda bisa bayangkan, berapa juta lembar yang harus mereka tanda-tangani kala itu (alat cetak stensil baru ditemukan tahun 1950-an).

Kartu kredit pertama dibuat tahun 1951. Perusahaan pertama yang mengeluarkannya :American Express.

Jika Anda menumpuk uang US$ 1 sebanyak 1 juta lembar, beratnya TEPAT 1 ton.

Di Jepang, ketika Anda mengambil uang di ATM, mesin itu akan menyetrika uang itu dan Anda akan selalu menerima uang dari mesin ATM dalam kondisi bersih, rapi, dan hangat.

~ Lembar ke-5 ~

PENJAHIT YANG JENIUS
Suatu ketika ada seorang pria pergi ke penjahit, dan memesan stelan jas yang murah.Ketika jas yang diinginkannya selesai, ia coba mengepas. Ternyata jas itu sama sekali tidak cocok dengan tubuhnya. Bagian belakangnya terlalu besar.Bagian lengan kanannya terlalu panjang. Satu bagian kaki nya terlalu pendek.Dan, tiga buah kancingnya terlepas entah kemana.

Pria itu sangat kecewa, dan protes pada sang penjahit."Oh, itu tidak masalah," kata sang penjahit. "Begini saja, coba kau bungkukkan bahumu. Tarik tangan kananmu agak ke dalam. Lalu cobalah berjalan terpincang-pincang untuk menutupi satu sisi celana yang terlalu pendek.Sedangkan, untuk menggantikan tiga kancing yang terlepas ini, masukkan saja jari-jarimu di lubang kancing itu. Maka, semuanya akan tampak beres!"

Pria itu lalu mencoba memaksakan tubuhnya agar pas dengan stelan jas yang dipesannya.Ia merasa ditipu oleh penjahit itu. Ia lalu meninggalkan penjahit itu. Dan, belum jauh ia berjalan, seorang asing menegurnya. "Hai, siapakah yang menjahitkan jas itu? Tampaknya cocok sekali denganmu," tanya orang asing itu. "Kebetulan sekali aku sedang bermaksud membeli stelan jas."

Pria itu terkejut, namun merasa senang juga ternyata ada yang menganggap jas itu cocok dengan dirinya. Ia lalu menunjuk toko penjahit yang tadi."Baiklah, terima kasih banyak," jawab orang asing itu.

Ia lalu terburu-buru bergegas menuju toko penjahit yang ditunjuk. "Penjahit itu pasti seorang penjahit yang jenius karena bisa menjahit jas yang pas sekali untuk seorang cacat macam kamu."

Smiley...! Bukankah banyak orang yang terpaksa melakukan sesuatu yang tak disukainya, namun hanya karena pujian mereka tetap saja melakukannya.

Padahal, mungkin saja orang lain bermaksud beda. Maka, jadilah diri kita sendiri, agar nyaman dengan diri kita sendiri

~ Lembar ke-6 ~

KATEDRAL SANG JANDA
Seorang raja membangun katedral, namun tidak menghendaki siapa pun memberikan sumbangan. Ia ingin dikenang sebagai pembangun tunggal katedral itu.

Begitulah. Katedral itu berdiri dengan sebuah plakat yang menyatakan bahwa sang raja adalah pembangunnya.

Namun, suatu malam sang raja bermimpi. Seorang malaikat menghapus plakat itu dan menuliskan nama seorang janda miskin untuk mengganti namanya. Mimpi itu terulang dua kali. Saat terbangun, raja segera memerintahkan agar janda itu dipanggil untuk memberikan penjelasan.

Dengan gemetar janda itu berkata, "Paduka, hamba sangat mengasihi Tuhan dan sangat ingin terlibat dalam pembangunan katedral ini. Namun, karena rakyat dilarang memberi bantuan apa pun, saya hanya menyediakan jerami untuk kuda yang mengangkut batu-batuan."

Kisah di atas menggambarkan motivasi orang dalam memberikan persembahan. Ada yang memberi demi unjuk kedermawanan, agar tidak disebut orang kaya yang kikir. Ada pula yang memberi supaya dapat mengontrol gereja dan hamba Tuhan. Orang-orang seperti itu, menurut Yesus, sudah menerima upahnya (ayat 2).

Si ibu janda mewakili orang yang memberi berdasarkan kasih, bahkan dengan pengorbanan. Kalau ia didakwa melanggar perintah raja, bukankah ia mesti menanggung hukuman? Meski tampak remeh dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, pemberiannya juga sangat menentukan keberhasilan pembangunan katedral tersebut.

Mari kita melihat kembali motivasi kita dalam memberi persembahan.Apakah kita bersikap seperti sang raja? Atau, seperti si janda miskin? (ARS)

PERSEMBAHAN KITA DITAKAR BUKAN BERDASAR JUMLAHNYA TETAPI BERDASAR KASIH DAN PENGORBANAN YANG MENYERTAINYA

Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matus 6:4) Baca : Matius 6:1-4

~ Lembar ke-7 ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar